IHSG Ditutup Loyo, 5 Saham Big Cap Ini Jadi Bebannya
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terkoreksi pada perdagangan Rabu (19/6/2024), setelah sempat bergerak di zona hijau pada hari ini.
Hingga akhir perdagangan, IHSG ditutup turun 0,12% ke posisi 6.726,92. IHSG masih bertahan di level psikologis 6.700.
Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan hari ini mencapai sekitar Rp 9,7 triliun dengan volume transaksi mencapai 24 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 1 juta kali. Sebanyak 188 saham menguat, 394 saham melemah, dan 202 sisanya cenderung stagnan.
Tercatat sektor transportasi menjadi penekan terbesar IHSG di akhir perdagangan hari ini yakni mencapai 1,6%.
Selain itu, beberapa saham juga terpantau menjadi penekan (laggard) IHSG pada akhir perdagangan hari ini. Berikut daftarnya.
Saham bank raksasa PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi penekan terbesar IHSG di akhir perdagangan hari ini, yakni mencapai 9,8 indeks poin.
IHSG berbalik arah ke zona merah, setelah libur panjang Idul Adha 1445 H sehingga pada pekan ini perdagangan pasar saham RI hanya berlangsung selama tiga hari.
Koreksi IHSG terjadi meski neraca perdagangan Indonesia pada Mei lalu kembali mencatatkan surplus. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus untuk ke-48 bulan beruntun.
Surplus RI kali ini mencapai US$2,93 miliar dan berasal dari selisih ekspor US$ 22,33 miliar dan impor US$ 19,40 miliar.
M. Habibullah, Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, mengatakan surplus Mei ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya dan bulan yang sama tahun lalu
"Surplus Mei 2024 lebih ditopang oleh surplus komoditas nonmigas yaitu US$ 4,26 miliar, komoditas penyumbang utama bahan bakar mineral (batu bara), lemak dan minyak hewan, besi baja," papar Habibullah.
Adapun, surplus neraca perdagangan nonmigas lebih rendah dibandingkan bulan lalu, namun lebih tinggi dari Mei 2023. Lalu, BPS melaporkan neraca perdagangan migas mengalami defisit sebesar US$ 1,33 miliar yang dipicu oleh komoditas hasil minyak dan minyak mentah. Namun, defisit ini lebih rendah dari bulan April 2024, sebesar US4 1,63 miliar.
BPS juga mencatat tiga negara penyumbang surplus terbesar RI, yaitu India US$ 1,5 miliar, AS US$ 1,20 miliar, dan Jepang US$ 742,2 juta.
CNBC INDONESIA RESEARCH
market@cnbcindonesia.com
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)