Indofarma (INAF) Terjerat Pinjol, OJK Buka Suara

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
14 June 2024 09:15
Ilustrasi OJK (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Ilustrasi OJK (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara terkait hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan bahwa PT Indofarma (Persero) Tbk. (INAF) terjerat pinjaman online (pinjol).

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon (PMDK) Inarno Djajadi mengatakan, OJK akan menindaklanjuti jika terdapat pelanggaran ketentuan pasar modal.

"OJK telah mengirimkan surat kepada PT Indofarma Tbk, untuk meminta klarifikasi kepada Perseroan terkait pemberitaan di media massa atas pinjaman online alias pinjol dan temuan BPK," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (14/6).

Sebelumnya dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 yang dilaporkan BPK ke DPR, Kamis (6/6/2024), tercatat Indofarma dan anak usahanya PT IGM melakukan berbagai aktivitas berindikasi fraud atau kerugian.

Ada sejumlah aktivitas yang menyebabkan Indofarma merugi, antara lain melakukan transaksi jual-beli fiktif, menempatkan dana deposito atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara, melakukan kerja sama pengadaan alat kesehatan tanpa studi kelayakan dan penjualan tanpa analisa kemampuan keuangan customer, hingga melakukan pinjaman online alias pinjol.

Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp 294,77 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 164,83 miliar, yang terdiri dari piutang macet sebesar Rp 122,93 miliar, persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp 23,64 miliar, dan beban pajak dari penjualan fiktif FMCG sebesar Rp 18,26 miliar.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada direksi Indofarma agar melaporkan ke pemegang saham atas pengadaan dan penjualan alat kesehatan teleCTG, masker, PCR, rapid test (panbio), dan isolation transportation yang mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp 16,35 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 146,57 miliar.

Indofarma juga diminta berkoordinasi dengan pemegang saham dan Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan perusahaan dan anak perusahaan kepada aparat penegak hukum, dan mengupayakan penagihan piutang macet senilai Rp 122,93 miliar.

Indofarma memang terlihat sedang mengalami masalah keuangan. Pada April kemarin, Indofarma bahkan menunggak pembayaran gaji para karyawan untuk periode Maret 2024. Hal itu disebabkan oleh adanya putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Perusahaan menyatakan, meskipun tidak berdampak secara langsung pada operasional perseroan, akan tetapi perusahaan harus berkoordinasi dengan tim pengurus yang ditunjuk pengadilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Berita bahwa Perseroan belum membayarkan upah terhadap karyawan untuk periode Maret 2024 adalah benar," kata Corporate Secretary Indofarma, Warjoko Sumedi seperti dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pada 20 Mei 2024, BPK RI telah menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif mengenai Pengelolaan Keuangan Perseroan, Anak Perusahaan, dan Instansi Terkait Lainnya untuk periode 2020 hingga 2023 kepada Jaksa Agung di Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

"Upaya hukum yang ditempuh Perseroan adalah sesuai dengan Rekomendasi LHP BPK RI, baik untuk yang terkait perdata maupun pidananya dengan tetap mengacu pada ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku," ungkap Yuliandriani pada keterbukaan informasi BEI, pada Jumat, (31/5/2024).

Sebelumnya, Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 kepada lembaga perwakilan DPR RI hari ini (4/6). IHPS II Tahun 2023 juga mengungkapkan hasil pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi BPK dari 2005 hingga 2023 telah sesuai rekomendasi sebesar 78,2%.

"Dari tindak lanjut tersebut, BPK telah melakukan penyelamatan uang dan aset negara berupa penyerahan aset dan atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan atas hasil pemeriksaan tahun 2005 hingga 2023 senilai Rp136,88 triliun," ungkap Ketua BPK, Isma Yatun, dalam kegiatan penyampaian IHPS II Tahun 2023 yang berlangsung dalam Sidang Paripurna DPR di Jakarta.

IHPS II Tahun 2023 memuat ringkasan dari 651 laporan hasil pemeriksaan (LHP), yang terdiri atas 1 LHP Keuangan, 288 LHP Kinerja, dan 362 LHP Dengan Tujuan Tertentu (DTT). IHPS ini juga memuat hasil pemeriksaan tematik atas dua prioritas nasional (PN), yaitu pengembangan wilayah serta revolusi mental dan pembangunan kebudayaan.


(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Kinerja Jeblok, Saham INAF Masih Menarik Dikoleksi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular