
BEI Tanggapi Morgan Stanley Turunkan Peringkat Saham RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali turun ke posisi terendahnya sepanjang tahun ini. Dari akhir tahun hingga saat ini, IHSG telah terkoreksi 5,81% atau secara year to date (ytd) ke posisi 6.831,56.
Beberapa saat sebelum IHSG anjlok ke level tersebut, bank investasi dan jasa keuangan global Morgan Stanley telah menurunkan peringkat pasar saham RI menjadi "underweight." Artinya, alokasi perusahaan Indonesia dalam portofolio pasar Asia dan negara berkembang milik mereka akan dikurangi.
Lantas, apakah hal itu menjadi penyebab dari tren ambruknya IHSG? Bursa Efek Indonesia (BEI) pun buka suara terkait hal ini.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy mengatakan pihaknya melihat dua hal yang disorot Morgan Stanley adalah penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap Rupiah dan masalah kebijakan fiskal merupakan faktor utama penurunan IHSG. Walaupun, kata Irvan, indeks hanya turun 0,08% pada penutupan perdagangan hari Rabu.
"Penguatan mata uang USD tidak hanya terjadi terhadap Rupiah saja, beberapa mata uang negara lain juga mengalami penurunan," ujar Irvan dalam pesan tertulisnya, Kamis (13/6/2024).
Sementara dari segi masalah kebijakan fiskal, ia memaparkan data Kementerian Keuangan yang menujukkan hingga akhir April 2024, posisi utang Indonesia mencapai Rp8.338,43 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 38,64%.
"Rasio utang ini mengalami penurunan dibanding akhir 2023 yaitu sebesar 38,98% serta masih di bawah ambang batas yaitu 60% dari PDB sesuai Undang-Undang," imbuh Irvan.
Ia kemudian mengatakan bahwa BEI sedang dalam proses menyiapkan beberapa hal baru yang akan diluncurkan dalam tahun ini seperti short selling, single stock futures dan put warrant (structured warrant).
"Kami berharap ini bisa menambah pilihan instrumen trading bagi para investor," ujar Irvan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Morgan Stanley telah menurunkan peringkat pasar saham RI menjadi underweight. Hal itu didasari oleh sejumlah alasan, seperti tren pelemahan rupiah dan beban fiskal yang menantang jelang pelantikan presiden terpilih RI 2024-2029 Prabowo Subianto.
"Kami melihat ketidakpastian jangka pendek mengenai arah kebijakan fiskal di masa depan serta beberapa tekanan di pasar Valas di tengah masih tingginya suku bunga AS dan prospek dolar AS yang kuat," tulis ahli strategi Morgan Stanley dalam catatannya kepada klien tanggal 10 Juni.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Meski Minim Sentimen, IHSG Lompat 1,33% ke 7.129 di Sesi I