
Pantas Investor Ritel Kepincut Saham BBRI, Ini Alasannya!

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) masih jadi primadona bagi para investor ritel. Hal ini sejalan dengan upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mendorong jumlah investor ritel di pasar modal Indonesia.
Seperti diketahui, OJK menargetkan penambahan jumlah investor terus bertumbuh sehingga dapat mencapai target 20 juta Single Investor Identification (SID) pada tahun 2027.
Berdasarkan data RTI Business, pemegang saham BBRI telah menembus 517.854 investor hingga 31 Mei 2024. Jumlah ini meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yakni 447.812 investor. Peningkatan ini tentu bukan tanpa alasan, mengingat BRI memiliki fundamental bisnis yang sangat baik.
Head of Research Investasiku Cheryl Tanuwijaya menjelaskan, BBRI berhasil mencatatkan kinerja cemerlang dalam empat bulan pertama 2024. Bahkan, pertumbuhan laba pada periode tersebut meningkat 4,5% secara Year on Year (YoY).
"Di tengah berbagai tantangan ekonomi global dan domestik, kredit BBRI juga masih tumbuh 12% padahal suku bunga tinggi. Dari sisi biaya kredit juga turun 3,7%," ujar Cheryl kepada CNBC Indonesia, Kamis (13/6/2024).
Mengacu pada data tersebut, Cheryl pun merekomendasikan beli untuk saham BBRI dengan target harga Rp 5.600 per saham dan stop loss Rp 4.200 per saham.
Di samping itu, Pengamat Pasar Modal, Lanjar Nafi menilai harga saham BBRI relatif rendah saat ini, karena telah turun signifikan lebih dari 30% sejak Maret 2024. Hal ini membuka peluang bagi investor, khususnya investor ritel untuk mendapatkan momentum yang bisa dibilang sangat jarang terjadi untuk sekelas saham perbankan berkapitalisasi nomor tiga terbesar pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
"Secara teknikal pergerakan harga saham berpeluang membentuk pola double bottom dengan level neckline di kisaran Rp 4.600 dan target penguatan lanjutan hingga kembali di atas psikologis Rp 5.000," kata dia.
Selain itu, BBRI juga dinilainya telah berhasil mencatatkan pertumbuhan Net Interest Income (pendapatan bunga bersih) sebesar 9,7% secara tahunan. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang hanya sebesar 7,8% secara tahunan.
Dia juga melihat berdasarkan data pada Bloomberg pertumbuhan Net Interest Income BBRI juga lebih tinggi dibandingkan dengan bank-bank lain seperti BMRI, BBTN, BBNI, dan BBCA.
Pertumbuhan NII tersebut menunjukkan bahwa BBRI mampu mengelola portofolio pinjaman dan deposito dengan baik dan hal ini mencerminkan strategi penetapan suku bunga yang efektif dan peningkatan dalam efisiensi pengelolaan aset.
"Dividen yield BBRI saat ini terlihat lebih besar dari bank-bank terbesar lain. BBRI memiliki dividen Yield sebesar 7,3%, sedangkan saham BBNI sebesar 6,3%, BMRI sebesar 5.97%, BBTN sebesar 4.1%, dan BBCA sebear 2.92%," jelasnya.
Berkaca dari hal tersebut menunjukkan bahwa BBRI memberikan imbal hasil tunai yang lebih besar kepada para pemegang sahamnya. Ini dapat menjadi poin menarik bagi investor yang mencari pendapatan tetap atau dividen yang stabil dari investasi mereka.
Secara valuasi saat ini, BBRI memiliki Price to Book Value (PBV) sebesar 2,25x, yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata industri perbankan yang mencatatkan PBV sebesar 2,51x.
Dia bilang, PBV yang lebih rendah bisa mencerminkan bahwa pasar mungkin memiliki ekspektasi yang lebih rendah terhadap pertumbuhan atau kinerja BBRI dibandingkan dengan pesaingnya dalam industri perbankan.
Lebih lanjut, PBV yang lebih rendah juga dapat dianggap sebagai kesempatan investasi potensial bagi investor yang percaya bahwa valuasi BBRI saat ini masih terlalu rendah dibandingkan dengan nilai intrinsik atau potensi pertumbuhannya di masa depan.
"Pada konsensus analis di Bloomberg, rating rekomendasi saham BBRI masih sangat menarik dengan 33 rating buy dari 35 koresponden analis yang mengcover. Rata-rata target harga di level Rp 6.100 untuk 12 bulan kedepan," ujar dia.
Bahkan, Morgan Stanley pun memberikan rating overweight untuk saham BBRI dengan target harga di level Rp 6.500 secara fundamental.
Sekadar informasi, OJK optimistis industri pasar modal di Indonesia masih sangat cerah di tahun 2024. Hal ini didukung oleh sentimen positif dari kondisi ekonomi dalam negeri dan tingginya minat investasi di masyarakat.
(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Top! BRI Cetak Laba Bersih Rp 60,4 Triliun di 2023