Deflasi Gak Bikin Rupiah Gentar, Dolar Turun ke Rp16.215

rev, CNBC Indonesia
04 June 2024 15:13
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah data perekonomian Indonesia masih cukup solid.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat tipis 0,06% di angka Rp16.215/US$ pada hari ini, Selasa (4/6/2024). Apresiasi rupiah ini sejalan dengan penutupan perdagangan kemarin (3/6/2024) sebesar 0,12%.

Sementara DXY pada pukul 14:52 WIB naik tipis ke angka 104,17 atau menguat 0,03%. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan penutupan kemarin yang berada di angka 104,14.

Pergerakan rupiah hari ini masih diperkirakan dipengaruhi oleh data inflasi Indonesia yang lebih rendah dibandingkan ekspektasi pelaku pasar secara tahunan.

Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data inflasi yang secara tahunan tumbuh sebesar 2,84% atau lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 institusi memperkirakan inflasi Mei 2024 diperkirakan menembus 2,94% year on year/yoy.

Inflasi yang lebih rendah ini dinilai cukup baik karena hal ini terpantau akan lebih menggerakkan perekonomian di tengah kemampuan konsumsi masyarakat yang belum begitu pulih dengan baik.

Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat pada bulan Mei 2024 terjadi deflasi sebesar 0,03% secara bulanan. Biasanya, deflasi atau turunnya harga-harga barang disebabkan turunnya permintaan konsumen yang menjadi pertanda daya beli masyarakat turun.

Deflasi (mtm) Mei 2024 ini merupakan pertama kalinya yang terjadi sejak Agustus 2023. Kelompok pengeluaran yang menyumbang deflasi terbesar ialah makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,29% dengan andil 0,08%.

Selain itu, aktivitas manufaktur dalam negeri terpantau masih ekspansif yakni sebesar 52,1 pada Mei 2024.

PMI manufaktur Indonesia tercatat berada dalam fase ekspansif selama 33 bulan terakhir. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

S&P Global menjelaskan masih ekspansifnya PMI manufaktur Indonesia ditopang peningkatan produksi dan pesanan baru. S&P Global juga mengingatkan akan "awan gelap" dan banyaknya tantangan yang ada di depan.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Menguat Enam Hari Beruntun, Dolar Jadi Rp 15.655

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular