
Ada Kabar Baik dari Amerika Serikat, IHSG Lanjut Lompat Hari Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau berhasil melonjak hingga lebih dari 1% pada akhir perdagangan sesi I Selasa (4/6/2024), meski sentimen pasar pada hari ini cenderung bervariasi.
Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG melonjak 1,33% ke posisi 7.129,51. Pada sesi I hari ini, IHSG berhasil bangkit kembali ke level psikologis 7.100.
Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 5,9 triliun dengan volume transaksi mencapai 8,4 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 589.036 kali.
Secara sektoral, sektor bahan baku menjadi penopang terbesar IHSG di sesi I hari ini, yakni mencapai 1,77%.
Sementara dari sisi saham yang menjadi penopang atau movers, saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) menjadi penopang terbesar IHSG di sesi I hari ini yakni mencapai 33,4 indeks poin.
IHSG kembali bergairah di tengah melandainya kembali imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) masih mencatatkan penurunan hingga Senin kemarin, membuat pasar kembali berselera untuk memburu aset berisiko.
Yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) acuan tenor 10 tahun langsung turun 12 basis poin (bp) menjadi 4,39%. Penurunan yield Treasury disinyalir karena data aktivitas manufaktur AS yang melemah.
Data aktivitas manufaktur AS yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) versi ISM periode Mei 2024 turun ke angka 48,7, dari sebelumnya di angka 49,2 pada April lalu. Hal ini menandakan bahwa aktivitas manufaktur Negeri Paman Sam makin berkontraksi.
PMI menggunakan angka50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Berlaku juga sebaliknya.
Sementara itu dari Indonesia, data ekonomi terbaru menunjukkan tanda-tanda kurang menggembirakan, di mana inflasi RI periode April lalu terpantau melandai dan PMI manufaktur RI juga melandai.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin kemarin melaporkan terjadi deflasi sebesar 0,03% secara bulanan (month-to-month/mtm) pada Mei lalu. Biasanya, deflasi atau turunnya harga-harga barang disebabkan turunnya permintaan konsumen yang menjadi pertanda daya beli masyarakat turun.
Secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Tanah Air pada Mei lalu sebesar 2,84%, sehingga tahun kalender terjadi inflasi 1,16% lantaran deflasi baru terjadi pada bulan ini sejak Agustus 2023.
Deflasi Mei 2024 ini merupakan pertama kalinya yang terjadi sejak Agustus 2023. Kelompok pengeluaran yang menyumbang deflasi terbesar ialah makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,29% dengan andil 0,08%.
Selain itu, PMI manufaktur Indonesia sudah melandai dalam dua bulan beruntun. PMI Manufaktur Mei 2024 bahkan menjadi yang terendah sejak November 2023 atau lima bulan terakhir.
Kendati demikian, PMI manufaktur Indonesia masih berada dalam fase ekspansif selama 33 bulan terakhir.
S&P Global menjelaskan masih ekspansifnya PMI manufaktur Indonesia ditopang peningkatan produksi dan pesanan baru. S&P Global juga mengingatkan akan"awan gelap" dan banyaknya tantangan yang ada di depan.
Data menunjukkan tingkat pertumbuhan melambat dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya, dan kepercayaan diri turun ke level terendah dalam empat tahun lebih.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret Euforia IHSG Kembali ke 7.300-an