
Sidang Sengketa Pilpres di MK Dimulai, Rupiah Anjlok ke Rp15.850/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lantaran sidang sengketa Pilpres di MK mulai, ada repatriasi dividen, hingga ketidakpastian eksternal.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,41% di angka Rp15.850/dolar AS pada penutupan perdagangan hari ini Rabu (27/3/2024).
Mahkamah Konstitusi (MK) yang menggelar sidang perdana sengketa atau perselisihan hasil pemilu (PHPU) 2024 hari ini.
Hal tersebut dituangkan dalam Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2024 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal PHPU 2024. Beleid itu diteken Ketua MK Suhartoyo tertanggal 18 Maret 2023.
"Pemeriksaan pendahuluan, memeriksa kelengkapan, dan kejelasan materi permohonan serta memeriksa dan mengesahkan alat bukti pemohon," bunyi beleid tersebut.
Sidang perdana sengketa Pilpres di MK potensi memberikan tekanan bagi pasar lantaran tensi politik dalam negeri kembali meningkat.
Pada sidang perdana hari ini dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yaitu Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD membacakan tuntutan pada sengketa pilpres.
Kedua paslon tersebut secara garis besar menuntut diadakan pemilihan presiden ulang dan mendiskualifikasi paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) mengungkapkan pergerakan rupiah terhadap dolar AS beberapa waktu terakhir dipengaruhi oleh sentimen dari luar negeri.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto menegaskan pergerakan sentimen global sangat berfluktuasi. Kondisi saat ini dipicu oleh rilis data Amerika Serikat (AS) yang berada di atas ekspektasi pelaku pasar. Alhasil ini membentuk ekspektasi terhadap penurunan Fed Fund Rate secara waktu (timing) dan besarannya.
Faktor ketidakpastian global tetap masih memberikan tekanan bagi mata uang Garuda.
Dari global, pernyataan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang cenderung mengarah ke dovish dinilai pasar masih belum cukup jelas. Uncertainty masih ada di tengah inflasi AS yang cukup panas dan pasar tenaga kerja yang ketat.
Selain itu, geopolitik yang datang dari Eropa timur masih relatif bergejolak. Terkhusus serangan dari aksi terorisme terhadap Rusia memicu sentimen negatif bagi global.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Kendati demikian, Edi menegaskan BI selalu berada di pasar untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan valuta asing di pasar.
Head of Equity Research Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro mengatakan sebagian besar pelemahan rupiah disebabkan oleh aliran uang keluar dari obligasi.
"Sebagian besar kelemahan mungkin berasal dari aliran keuangan, dengan pasar obligasi mencatatkan net-sell sebesar Rp8.2 triliun pada 18-21 Maret, dibandingkan dengan net buy sebesar Rp1.7 triliun di pasar ekuitas" ungkap Satria kepada CNBC Indonesia.
"Untuk saat ini, BI kemungkinan akan meningkatkan intervensi valuta asing." papar Satria.
Sejalan dengan Satria, Ekonom Samuel Sekuritas, Fithra Faisal mengungkapkan bahwa BI selaku bank sentral perlu untuk melakukan intervensi jangka pendek agar mata uang Garuda tidak mengalami depresiasi yang signifikan.
(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramai Asing Serbu RI Jelang Pemilu, Pertanda Apa?