BI Ungkap Ekonomi RI Butuh Suku Bunga Rendah, Tapi...

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
29 February 2024 12:30
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung memberikan pemaparan dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2024 di Jakarta, Kamis (29/2/2024). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung memberikan pemaparan dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2024 di Jakarta, Kamis (29/2/2024). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) masih terus mempertahankan suku bunga acuan di level 6% hingga Februari 2024, di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan di kisaran 5%.

Suku bunga BI rate di level 6% itu merupakan hasil kenaikan sebesar 25 basis points (bps) dari posisi per September 2023 sebesar 5,75%, yang telah ditahan sejak Januari 2023.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan, sebetulnya BI memahami bahwa Indonesia membutuhkan suku bunga rendah untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi lebih cepat.

Berdasarkan perhitungan Bappenas, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi 6%-7% untuk bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap.

"Kita tahu bahwa domestic memang perlu dorongan dari suku bunga, kita tahu itu, kita sadar itu," ucap Juda dalam acara Economic Outlook 2024 CNCB Indonesia, Kamis (29/2/2024).

Namun, dia menekankan kebijakan moneter itu selalu terbentur dengan konsep trilemma kebijakan atau impossible trinity. Konsep itu menunjukkan suatu negara dihadapkan pada salah satu sisi dari segitiga pilihan kebijakan, yaitu pengelolaan nilai tukar, keleluasaan arus modal, dan otonomi kebijakan moneter.

Oleh sebab itu, Juda menjelaskan saat kondisi ekonomi global saat ini masih penuh ketidakpastian akibat tekanan inflasi yang masih tinggi dan konflik geopolitik yang terus memanas, BI harus fokus menjaga stabilitas makro.

"Imposible trinity tidak bisa tercapai semuanya, tapi kita tentu saja BI tugasnya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, tentu sesuai market mechanism sehingga moneter belum bisa juga di adjust," tutur Juda.

Meski demikian, Juda mengingatkan, ketika BI harus fokus menjaga stabilitas moneter, seperti menjaga inflasi rendah dan nilai tukar rupiah stabil, ada kebijakan makro prudensial yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi.

Di antaranya ialah insentif likuditas makroprudensial senilaiĀ Rp 159 triliun untuk mendorong kredit atau pembiayaan bank ke sektor prioritas, hingga penurunan penyangga likuiditas makroprudensial untuk menambah likuditas bank Rp 81 triliun.

"Oleh sebab itu, kita itu punya instrumen lain, instrumen-instrumen seperti makroprudensial, menjaga likuditas perbankan tetap memadai," tegasnya.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Naikkan Suku Bunga Jadi 6,25%, BI Siapkan 7 'Strategi Tambahan'

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular