The Fed Goyahkan Pasar, Dolar Menguat ke Rp15.595

rev, CNBC Indonesia
23 February 2024 09:13
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan data transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) serta pernyataan bank sentral AS (The Fed) perihal suku bunga.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka melemah 0,06% di angka Rp15.595/US$. Pelemahan rupiah ini berbanding terbalik dengan penguatan yang terjadi kemarin (22/2/2024) 0,29%.

Sementara DXY pada pukul 08:47 WIB melemah di angka 103,9 atau turun 0,05%. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin yang berada di angka 103,95.

Pergerakan rupiah hari ini didorong oleh sentimen dalam dan luar negeri.

Dari dalam negeri, kemarin BI telah merilis data transaksi berjalan yang defisit serta Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mengalami surplus.

Transaksi berjalan Indonesia tercatat mengalami defisit sebesar US$1,3 miliar (0,38% dari Produk Domestik Bruto/PDB) pada kuartal IV-2023, meningkat dibandingkan dengan defisit US$ 1,0 miliar (0,3% dari PDB) pada kuartal III-2023.

Transaksi berjalan Indonesia jika dilihat secara setahun penuh, maka 2023 mengalami defisit US$1,6 miliar (0,1% dari PDB). Ini adalah kali pertama transaksi berjalan mengalami defisit sejak 2020 atau dalam tiga tahun terakhir. Kondisi ini juga berbanding terbalik jika dibandingkan akhir 2022, ketika transaksi berjalan RI mencatat surplus US$13,2 miliar.

Data transaksi berjalan yang defisit ini pada dasarnya cukup memberatkan mata uang Garuda karena perspektif investor asing akan menjadi kurang baik.

Kendati demikian, data NPI tercatat mengalami surplus US$8,6 miliar pada kuartal IV-2023 dan surplus sebesar US$6,3 miliar sepanjang 2023. Bila dirupiahkan dengan kurs per Kamis (22/2/2024) yakni Rp15.585/US$1 maka angkanya mencapai Rp134,03 triliun untuk kuartal IV dan Rp98,19 triliun.

Surplus NPI ini ditopang oleh kuatnya kinerja transaksi modal dan finansial, terutama karena asing sudah mulai masuk kembali ke investasi portofolio.

Sementara sentimen dari luar negeri datang dari The Fed yang menunjukkan potensi suku bunga tinggi di waktu yang lama akan terjadi jika inflasi belum mampu ditekan sesuai target yakni 2%.

Kemarin, The Fed menyelenggarakan Federal Open Meeting Committee (FOMC) minutes yang membahas perihal suku bunga.

Ringkasan rapat tersebut mencatat para pejabat ingin melihat lebih banyak hal sebelum mulai melonggarkan kebijakan, sambil mengatakan bahwa kenaikan suku bunga kemungkinan besar akan berakhir.

Suku bunga yang tinggi dalam waktu lama ini akan menyebabkan DXY bertahan cukup tinggi dan tekanan terhadap rupiah akan tak terbendung.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular