
Wall Street Loyo, Bursa Asia Kebakaran!

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik terpantau cenderung melemah pada perdagangan Rabu (21/2/2024), mengekor bursa saham Amerika Serikat (AS) yang berjatuhan kemarin.
Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang turun 0,1%, Hang Seng Hong Kong melemah 0,52%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,69%, Straits Times Singapura terpangkas 0,23%, ASX 200 Australia tertekan 0,66%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,22%.
Dari Jepang, data perdagangan periode Januari 2024 telah dirilis pada hari ini. Hasilnya, neraca perdagangan Jepang kembali mengalami defisit yakni sebesar 1.758 triliun yen. Angka ini cenderung membaik dari periode sebelumnya pada Desember 2023 yang mengalami defisit 1.925 triliun yen.
Hal ini karena impor Jepang yang kembali lesu, meski ekspor Jepang mengalami kenaikan. Impor Jepang pada bulan lalu menyusut 9,6%, lebih besar dari ekspektasi penurunan sebesar 8,4% dan mempercepat penurunan 6,8% yang terlihat di bulan Desember.
Sedangkan ekspor Jepang pada bulan lalu justru mengalami kenaikan yakni naik tumbuh 11,9% secara tahunan (year-on-year/yoy), jauh lebih besar dari ekspektasi kenaikan 9,5% dan angka bulan sebelumnya sebesar 9,8%. Angka tersebut juga merupakan laju pertumbuhan ekspor tercepat di Jepang sejak November 2022.
Angka tersebut menunjukkan bahwa eksportir utama Jepang kemungkinan akan terus mendapatkan keuntungan dari peningkatan permintaan luar negeri dan melemahnya yen dalam jangka pendek, sehingga memberikan dukungan pada perekonomian Jepang. Pemulihan pariwisata juga berkontribusi pada penguatan ekspor.
Namun, memburuknya impor menandakan bahwa kondisi perekonomian lokal kemungkinan akan tetap lemah. Jepang secara tak terduga memasuki resesi teknikal pada kuartal IV-2023.
Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah lesunya bursa saham AS, Wall Street kemarin, karena terbebani oleh saham-saham teknologi.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutupturun 0,17%, S&P 500 melemah 0,6%, dan Nasdaq Composite merosot 0,92%.
Saham Nvidia memimpin depresiasi sektor teknologi menjelang laporan pendapatan produsen chip tersebut.Nvidia yang akan melaporkan pendapatan pada Rabu nanti tercatat turun hampir 4,4%.
Kendati diperkirakan Nvidia akan membukukan hasil yang mengesankan, investor telah menyatakan kekhawatirannya mengenai valuasinya yang sangat tinggi.
Sedangkan saham Amazon turun 1,4%, sedangkan saham Microsoft dan Meta masing-masing kehilangan sekitar 0,3%.
Sepanjang tahun ini, sektor teknologi telah naik 6%, menjadikannya sektor dengan keuntungan tertinggi ketiga, kalah dibandingkan layanan komunikasi dan layanan kesehatan.
Di lain sisi, investor di Wall Street cenderung wait and see menanti risalah dari pertemuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada Januari lalu.
The Fed akan merilis FOMCMinutes atau risalah rapat mereka pada bulan lalu Kamis besok. Risalah ini diharapkan bisa menjadi petunjuk bagi pelaku pasar mengenai kebijakan suku bunga ke depan.
Seperti diketahui, The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuan pada Januari 2024 di level 5,25-5,50%. Namun, mereka membuat pelaku pasar kecewa karena mengisyaratkan belum akan memangkas suku bunga pada Maret mendatang. Artinya, suku bunga The Fed yang masih tinggi bisa bertahan lebih lama lagi.
Perangkat CMEFedWatchmenunjukkan bahwa 55,1% pelaku pasar berekspektasi The Fed akan memangkas suku bunganya untuk pertama kalinya sebesar 25 basis poin (bp) pada Juni 2024. Sedangkan pada pertemuan Maret dan Mei, pelaku pasar berekspektasi The Fed masih akan menahan suku bunganya di 5,25-5,5%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
