Duit IPO Berlimpah Tak Kunjung Habis, Apa Kabar Bisnis Bukalapak?
Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten teknologi eks startup unicorn RI, Bukalapak.com (BUKA), baru menggunakan 56% dari dana hasil penawaran umum perdana (IPO). Padahal, Bukalapak telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dua setengah tahun dan tercatat sebagai IPO terbesar sepanjang sejarah.
BUKA yang merupakan unicorn RI pertama yang melantai pada 8 Agustus 2021 berhasil mengumpulkan dana investor senilai Rp 21,90 triliun sebelum dikurangi biaya emisi dan lain-lain. Langkah ini kemudian diikuti oleh sejumlah startup lain, seperti GRAB yang akhir 2021 melantai di Wall Street lewat mekanisme SPAC, lalu ada GOTO dan BELI yang melantai setahun kemudian. Terbaru J&T resmi melantai di Bursa Hong Kong tahun lalu.
Dalam laporan terbaru ke pihak BEI, BUKA mengungkapkan total dana IPO yang diperoleh setelah dikurangi biaya emisi dan lain-lain mencapai Rp 21,32 triliun. Hingga akhir 2023 dana IPO tersebut masih tersisa Rp 9,34 triliun.
Secara rinci BUKA telah menggunakan Rp 5,57 triliun untuk modal kerja perusahaan, sekitar Rp 1 triliun untuk modal kerja 5 entitas anak dan Rp 5,40 triliun untuk pertumbuhan dan pengembangan usaha selain yang telah disebutkan.
Terkait investasi Rp 213,26 miliar yang belum direalisasikan sama sekali ke PT Buka Investasi Bersama (BIB), BUKA mengungkapkan hal itu karena kondisi kas BIB masih kuat.
"Perseroan menilai bahwa modal dan arus kas internal yang dimiliki PT Buka Investasi Bersama saat ini masih memadai untuk menunjang maupun mengembangkan kegiatan usahanya," ungkap Corporate Secretary BUKA Teddy Nuryanto Oetomo dalam suratnya kepada pihak bursa.
Sebagai catatan, sesuai prospektus IPO rencana penggunaan dana penawaran umum perdana saham Perseroan untuk modal kerja entitas anak akan direalisasikan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2025.
Terkait penyaluran dana IPO yang masih terbatas, BUKA menyebut hal tersebut adalah bagian kehati-hatian perusahaan dalam melakukan investasi.
"Terkait dengan sisa dana hasil penawaran umum yang belum terealisasi, sesuai dengan rencana realisasi hasil penawaran umum yang telah disetujui pemegang saham pada RUPSLB, Perseroan akan menggunakan dana tersebut secara hati-hati sehingga dapat menghasilkan keuntungan terbaik bagi para pemegang saham dan pemangku kepentingan Perseroan," ungkap BUKA.
Deposito Gemuk Bukalapak
Bukalapak Masih belum menyampaikan kinerja keuangan setahun penuh untuk tahun 2023, namun hingga sembilan bulan pertama tahun lalu, total kas yang dimiliki perusahaan mencapai Rp 19,17 triliun atau meningkat 18% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
BUKA tercatat masih urung membukukan laba dan berjanji akan mencapai EBITDA positif pada kuartal terakhir tahun lalu. Hingga akhir September 2023, BUKA mencatatkan rugi Rp 776 miliar, dengan sebagian besar merupakan rugi investasi yang belum direalisasikan.
Perusahaan juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan 28,93% menjadi Rp 3,34 triliun, namun beban penjualan dan pemasaran tercatat tumbuh lebih cepat atau naik 37,50% ke 2,49 triliun pada periode yang sama.
Hingga akhir September tercatat BUKA menempatkan Rp 14,23 triliun dalam bentuk deposito berjangka dengan denominasi rupiah dan Rp 2,41 triliun deposito dalam bentuk dolar AS. Sementara itu sisanya disimpan dalam bentuk kas dan setara kas di sejumlah bank.
Adapun suku bunga tahunan untuk deposito berjangka berada di kisaran 5% hingga 6,25% dengan mata uang rupiah dan 5,25% untuk denominasi dolar. Artinya dari penempatan di deposito, dalam setahun BUKA dapat memperoleh nyaris Rp 1 triliun, sebelum dipotong pajak dan biaya investasi.
Cuan jumbo Bukalapak dari penempatan dana di deposito nyatanya tidak dapat dirasakan oleh para pemegang saham, khususnya yang sejak dari awal mengincar IPO perusahaan e-commerce yang belakangan mulai melebarkan sayap bisnisnya. Saham BUKA tercatat selalu merah sejak Februari dan hanya tiga kali menguat tahun ini. Saham BUKA telah ambles 80% sejak IPO Agustus 2021.
(fsd/fsd)