
Awal Pekan Investor Wait and See, Bursa Asia Dibuka Loyo

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka melemah pada perdagangan Senin (15/1/2024), di tengah sikap investor yang menanti rilis data pertumbuhan ekonomi China pada kuartal IV-2023 pekan ini.
Per pukul 08:30 WIB, hanya indeks Nikkei 225 Jepang dan Straits Times Singapura yang terpantau menguat pada pagi hari ini yakni masing-masing 0,29% dan 0,21%.
Sedangkan sisanya terpantau melemah. Indeks Hang Seng Hong Kong melemah 0,47%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,27%, ASX 200 Australia dan KOSPI Korea Selatan turun tipis masing-masing 0,05% dan 0,02%.
Sembari menanti rilis data pertumbuhan ekonomi China kuartal IV-2023 pada Rabu mendatang dan data inflasi Jepang pada Jumat mendatang, investor akan mengamati aset-aset Taiwan.
Hal ini terjadi setelah Partai Progresif Demokratik (DPP) memenangkan pemilihan presiden sementara Kuomintang, yang lebih bersahabat dengan China, mendapatkan kursi yang terlalu sedikit untuk mengontrol majelis perwakilan rakyat.
China sejauh ini bersikap netral terhadap hasil pemilu di akhir pekan lalu. Sementara hilangnya mayoritas DPP di legislatif meningkatkan kemungkinan partai-partai besar harus bekerja sama dalam mengambil kebijakan.
Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah bervariasinya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan akhir pekan lalu.
Pada perdagangan Jumat pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutupmelemah 0,31%. Namun untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite cenderung mendatar. S&P 500 dan Nasdaq naik tipis masing-masing 0,08% dan 0,02%.
Dalam basis mingguan, Nasdaq naik paling kuat sebesar 3,23% kemudian diikuti S&P 500 dan Dow Jones, yang masing-masing menguat 1,84% dan 0,34%. Sebagai catatan, persentase kenaikan mingguan Nasdaq merupakan yang tertinggi sejak November 2023, sementara S&P merupakan yang terbesar sejak pertengahan Desember 2023.
Penguatan mingguan Wall Street disinyalir berkat sudah dimulainya musim rilis laporan keuangan untuk periode 12 bulan pada tahun lalu. Sejumlah bank besar juga sudah mengumumkan hasil kinerja keuangannya.
Sebut saja, untuk kinerja bank terbesar di AS, JP Morgan Chase & Co mencatat pendapatan naik jadi US$ 162,4 miliar hingga akhir tahun 2023, dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$ 154,2 miliar. Laba bersih yang dicapai juga meningkat dari US$ 37,7 miliar menjadi US$ 49,6 miliar.
CEO JPMorgan Jamie Dimon mengatakan hasil setahun penuh JP Morgan Chase & Co mencapai rekor karena kinerja yang lebih baik dari yang diharapkan dalam hal pendapatan bunga bersih dan kualitas kredit.
Lainnya, untuk kinerja Bank of America (BoA) pada periode yang sama juga mencatatkan kenaikan pendapatan dari US$ 95 miliar menjadi US$ 98,6 miliar. Akan tetapi, kenaikan topline tersebut tak sejalan dengan bottom line yang menyusut dari US$ 27,5 miliar menjadi US$ 26,5 miliar.
Walau begitu, rilis kinerja keuangan perbankan yang beragam setidaknya berhasil mengurangi sentimen memanas-nya inflasi AS untuk periode Desember 2023.
Diketahui, pada Kamis pekan lalu, inflasi Negeri Paman Sam tumbuh lebih panas sebesar 3,4% (year-on-year/yoy), dibandingkan perkiraan pasar sebesar 3,2%.
Sementara, untuk inflasi inti AS periode Desember 2023, yang tidak termasuk harga pangan dan energi yang fluktuatif cenderung turun sedikit menjadi 3,9% (yoy), dari sebelumnya pada November 2023 sebesar 4%. Sayangnya, walau melandai angka CPI inti juga lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 3,8%
Namun, ada kabar baik dari data harga produsen inti AS atau Core Producer Price Index (PPI) per Desember 2023 yang tidak terduga malah tumbuh melandai 1,8% yoy, ini lebih baik dari perkiraan sebesar 1,9% yoy dan dari bulan sebelumnya yang tumbuh 2% yoy.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
