Inflasi AS Sudah Melandai, Rupiah Malah Lesu

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
13 December 2023 15:22
Pekerja memperlihatkan uang dolar di salah satu gerai money changer di Jakarta, Senin (4/7/2022).  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah berakhir kembali melemah pada perdagangan Rabu (13/12/2023), setelah sempat menguat pada awal perdagangan hari ini setelah dirilisnya data inflasi Amerika Serikat (AS) periode November 2023 yang melandai sesuai ekspektasi pasar.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,26% di angka Rp 15.615/US$. Rupiah melanjutkan pelemahan yang sudah terjadi sejak Senin awal pekan ini.

Kembali melemahnya rupiah juga terjadi di tengah indeks dolar AS yang berbalik menguat pada hari ini. Indeks dolar AS (DXY) pada pukul 15.05 WIB menguat 0,08% menjadi 103,96. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan Selasa kemarin yang berada di angka 103,87.

Rupiah kembali melemah meski ada sentimen positif dari data inflasi AS semalam yang hasilnya sesuai dengan perkiraan pasar. Padahal pada perdagangan pagi hari ini, rupiah sempat menguat.

Inflasi AS per November 2023 tercatat tumbuh3,1% (year-on-year/yoy). Inflasi lebih rendah dibandingkan yang tercatat pada Oktober 2023 yakni 3,2% serta sesuai ekspektasi pasar yakni 3,2%.

Inflasi November menjadi yang terendah sejak Juni 2023. Laju inflasi juga sudah jauh melandai dibandingkan puncak tertingginya pada Juni 2022 yang tercatat 9,1%.

Sementara untuk inflasi inti tumbuh 4% yoy, relatif tak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Realisasi inflasi dan inflasi inti kali ini sesuai dengan harapan pasar, tetapi masih cukup jauh dari target the Fed yang mengharapkan inflasi melandai ke kisaran 2%.

Data inflasi yang rilis semalam cukup melegakan pasar setelah mendapat guncangan pada akhir pekan lalu dari data pasar tenaga kerja AS yang kembali memanas pada November.

Sebagaimana diketahui, tingkat pengangguran turun menjadi 3,7% di November dari 3,9% pada bulan sebelumnya. Perekonomian juga menambah 199.000 lapangan kerja di luar pertanian, angka tersebut sedikit lebih tinggi dari perkiraan Dow Jones sebesar 190.000 dan jauh melampaui penambahan 150.000 lapangan kerja di bulan Oktober.

Kendati demikian, pasar meyakini sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) paling tidak di pertemuan terakhir penghujung tahun ini akan tetap mempertahankan tingkat suku bunga.

Pasalnya inflasi telah melandai sesuai harapan, apalagi di tengah musim high season dari natal dan tahun baru (nataru) biasanya akan membuat pemangku kepentingan lebih menjaga momentum daya beli masyarakat agar perekonomian bisa terakselerasi positif.

Perhitungan CME FedWatch memproyeksikan the Fed akan mempertahankan suku bunga sudah kian meningkat, mencapai lebih dari 98%. The Fed diketahui menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) mulai kemarin dan hari ini. Hasil keputusan akan diumumkan pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari pukul 02:00 WIB.

Sebagai informasi, sejak Maret 2022 The Fed telah menaikkan suku bunga sebanyak 11 kali atau setara 550 basis poin (bps) ke level 5,25% - 5,50%.

Hasil keputusan The Fed menjadi kabar yang paling ditunggu bukan hanya oleh pelaku pasar Indonesia tetapi juga dunia. Dengan status sebagai ekonomi terbesar di dunia maka apapun keputusan The Fed akan berdampak besar terhadap ekonomi global.

Jika The Fed melunak maka ada harapan rupiah akan menguat kencang, pasalnya dana asing diperkirakan akan mengalir deras ke pasar keuangan Indonesia.

Sebaliknya, jika The Fed masih galak maka ada risiko capital outflow dari Indonesia. Perekonomian global juga rawan macet jika The Fed masih galak karena suku bunga masih bisa bertahan tinggi sehingga ongkos pinjaman mahal.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Breaking News! Rupiah Perkasa, Dolar Jatuh ke Bawah Rp 15.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular