Soal Likuiditas Bank Ketat & Perang Dana Murah, Ini Kata OJK

Zefanya Aprilia, CNBC Indonesia
11 December 2023 18:00
Cover Artikel CNBC Indonesia Best Bank of The Year
Foto: Ilustrasi Bank (CNBC Indonesia/ Edward Ricardo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri perbankan RI sedang menghadapi era suku bunga tinggi. Bank pun dihadapkan oleh risiko pengetatan likuiditas dan perang dana murah atau current account saving account (CASA).

Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) hanya naik 3,9% secara tahunan (yoy) per Oktober 2023. Sementara itu, pertumbuhan kredit sebesar 8,99% yoy. Untuk itu, sejumlah bank telah menyikapi keadaan ini dengan berupaya memperebutkan dana murah.

Meskipun begitu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini likuiditas perbankan saat ini masih memadai. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, otoritas tidak melihat adanya kondisi likuiditas perbankan yang ketat.

Hal ini berkaca dari seluruh indikator likuiditas. Yakni rasio alat likuid terhadap noncore deposit (AL/NCD) dan alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK), yang masing-masing naik menjadi 117,29% dan 26,36%.

Kemudian net stable funding ratio (NSFR) atau rasio pendanaan stabil bersih sebesar 135,35% per kuartal III-2023. Termasuk juga rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) sebesar 84,19% per Oktober 2023.

Walaupun Dian mengakui rasio-rasio tersebut lebih rendah ketimbang tahun lalu.

"Meskipun memang sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2022 namun masih lebih tinggi dibandingkan masa pra pandemi Covid tahun 2019," katanya.

Dian menambahkan, indikasi likuiditas yang masih memadai juga terlihat dari tingkat suku bunga dan volume transaksi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) yang juga menunjukkan kondisi normal, alias tidak ada suku bunga dan volume transaksi yang anomali.

Ia juga mengingatkan bahwa tingkat suku bunga acuan saat ini (BI7DRR) merupakan level yang sama seperti pada masa sebelum pandemi yakni sebesar 6%.

Lebih lanjut, terkait kebutuhan likuiditas bank, Dian mengatakan Bank Indonesia (BI) memiliki kebijakan insentif likuiditas makro (KLM) yang sifatnya memberikan kelonggaran atau pengurangan dalam pemenuhan GWM apabila bank mencapai jumlah tertentu dalam penyaluran kredit sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Selain itu, bank-bank juga dapat melakukan transaksi repo kepada BI jika membutuhkan likuiditas yang mendesak.

"Keyakinan bahwa likuiditas juga akan cukup terjaga pada tahun 2024, juga ditopang keyakinan bahwa suku bunga khususnya di AS (Fed Fund Rate) telah mencapai puncaknya dan penurunan FFR kemungkinan dapat dilakukan pada Triwulan 2-2024," tambahnya.

"Oleh karena itu, OJK melihat kondisi likuiditas ke depan masih akan terjaga dan tentu saja OJK akan tetap memantau perkembangan dan situasi yang berpotensi memberikan pengaruh pada pasar keuangan dan perekonomian domestik".


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK Buka Suara Soal Likuiditas Perbankan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular