BRI Modal Gemuk Return Tinggi, Kok Bisa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Rasio permodalan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. semakin tebal. Per September 2023, rasio permodalan (capital adequacy ratio/CAR) bank mencapai 25,23%, naik 123 basis poin (bps).
Angka tersebut berada di atas rata-rata CAR bank bermodal jumbo lainnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat CAR kelompok bank modal inti (KBMI) IV sebesar 24,32% per September 2023.
Direktur Utama BRI, Sunarso, mengatakan CAR yang tinggi menunjukkan permodalan bank yang sangat kuat. Namun lazimnya hal itu harus dikompensasi dengan tingkat pengembalian modal atau return on equity (ROE) atau yang rendah.
Saat ini kondisi tersebut tidak terjadi di bank yang berumur nyaris 128 tahun tersebut. Emiten bersandi BBRI malah mencatat ROE 19,69%, naik 153 bps dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Kendati demikian, kata Sunarso, permodalan yang gemuk perlu direspons. "Modal kuat artinya bank yang sehat, tapi modal yang kuat itu harus di-leverage jadi return. Jadi ini bank [BRI] yang sangat jarang di dunia," kata Sunarso, dikutip Rabu (6/12/2023).
Sepanjang 2018-2022, ROE BRI sebesar 17%-18% dan sempat anjlok pada masa pandemi Covid-19 ke level 10,52%.
Adapun tingginya ROE bank tercermin dalam capaian laba kuartal III-2023. Realisasi laba BRI hingga semester I 2023 sebesar Rp 44,21 triliun, naik 12,5% yoy. Dengan asumsi capaian paruh tersebut, laba akhir tahun bank setidaknya akan mencapai Rp 55 triliun.
Mengutip laporan publikasi, satu pendongkrak laba BRI sepanjang 2023, hingga September, di tengah era suku bunga tinggi adalah pendapatan nonbunga. Komponen tersebut tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan bunga bersih.
Pendapatan bunga bank naik 14,4% yoy, tetapi beban bunga melesat 63,8% yoy. Alhasil pendapatan bunga bersih bank hanya naik 4,9% yoy menjadi Rp 101,19 triliun, dari sebelumnya Rp 96,51 triliun.
Pada periode yang sama, pendapatan nonbunga BRI naik 18,3% yoy menjadi Rp 31,61 triliun. Bila dirinci, sebagian besar merupakan kontribusi pendapatan berbasis komisi yang mencapai lebih dari Rp 15 triliun.
(mkh/mkh)