Dana Asing Mengalir ke RI, Rupiah Masih Perkasa

rev, CNBC Indonesia
Senin, 04/12/2023 15:26 WIB
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada saat dana asing mengalir deras ke dalam negeri serta faktor eksternal khususnya inflasi AS yang terus mendingin.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat di angka Rp15.450/US$ atau terapresiasi 0,19%. Penguatan ini juga sejalan dengan penguatan Jumat (1/12/2023) sebesar 0,16%.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 14.58 WIB naik 0,18% menjadi 103,45. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan Jumat (1/12/2023) yang berada di angka 103,26.


Rupiah menguat hari ini setelah investor asing tampak semakin tertarik dengan pasar keuangan domestik khususnya di Surat Berharga Negara (SBN), saham, dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Data transaksi yang dirilis BI pada 27 - 30 November 2023, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp15,92 triliun (beli neto Rp10,60 triliun di pasar SBN, beli neto Rp0,38 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp4,94 triliun di SRBI).

Hal ini jauh lebih besar atau sekitar 100% lebih besar dibandingkan pekan keempat November yakni sebesar Rp7,03 triliun atau pekan ketiga November yakni Rp7,33 triliun. Dengan kata lain, dalam tiga pekan terakhir, net buy asing ke pasar keuangan Indonesia sekitar Rp30 triliun.

Selain itu, dana asing yang masuk ke Indonesia pada pekan lalu menjadi yang tertinggi sepanjang 2023. Catatan terbaik sebelumnya adalah pada pekan ketiga Januari sebesar Rp14,8 triliun.

Lebih lanjut, aktivitas ekonomi domestik pun terus tumbuh dengan baik. Hal ini tercermin dari data PMI manufaktur yang masih di ranah ekspansi bahkan mengalami kenaikan menjadi 51,7 pada periode November 2023 atau lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yakni di angka 51,5.

PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 27 bulan terakhir. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

Lebih lanjut, dari sisi eksternal tepatnya AS, inflasi dan Personal Consumption Expenditure (PCE) terus mengalami pelandaian.

Inflasi AS melandai ke 3,2% (year on year/yoy) pada Oktober 2023, dari 3,7% (yoy) pada September 2023. Sementara, PCE Oktober 2023 tercatat stagnan 0% secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 3% secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini lebih rendah dari posisi September lalu yang sebesar 0,4% (mtm) dan 3,4% (yoy).

Hal ini menjadi sentimen positif bagi mata uang Garuda karena suku bunga AS berpotensi tidak mengalami kenaikan bahkan ada asumsi bahwa suku bunga bank sentral AS (The Fed) saat ini merupakan titik puncaknya yakni di level 5,25-5,5%.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini:

Video: "Syarat" Suku Bunga BI Bisa Turun Lebih Cepat Dari The Fed