Jokowi Ngamuk Soal Likuiditas, OJK Paparkan Kondisi Perbankan
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan kondisi likuiditas perbankan dalam level yang memadai. Hal ini tercermin dari rasio alat likuid terhadap noncore deposit (AL/NCD) dan alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK), yang masing-masing naik menjadi 117,29% dan 26,36%.
"Jauh di atas threshold masing-masing," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK November 2023, Senin (4/12/2023).
Kendati demikian pertumbuhan DPK per Oktober 2023 merosot dibandingkan dengan rata-rata tahun ini. Pada bulan kesepuluh tahun ini DPK hanya tumbuh 3,43% yoy menjadi Rp 8.199 triliun, anjlok dibandingkan bulan sebelumnya, yakni 6,54% yoy.
Hal tersebut telah mengerek rasio simpanan terhadap kredit atau loan to deposit ratio (LDR) menjadi 84,19% dari bulan sebelumnya 83,92%. Sebagai informasi per Desember 2022 LDR perbankan pada posisi 78,78%.
Adapun sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyorot perputaran uang di Indonesia yang semakin kering. Dia mengingatkan hal ini bisa mengganggu sektor riil.
Di depan ratusan bankir yang menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI), Jokowi mengatakan dia sudah mendapat keluhan dari pengusaha mengenai keringnya peredaran uang di masyarakat.
Terpisah, Direktur PT Bank Central Asia Tbk. atau BBCA Vera Eve Lim mengatakan perlambatan pertumbuhan DPK industri, karena fenomena harga komoditas yang menurun.
"Ini pasti juga pengaruhi CASA. Jadi, inilah mempengaruhi juga pertumbuhan kredit. Jadi tahun ini memang ada fenomena harga komoditas menurun dibanding tahun lalu. Kita harapkan tahun depan ini ada harganya lebih normal dibandingkan tahun ini," kata Vera.
Dia pun berharap belanja pemerintah akan lebih cepat direalisasikan pada sisa kuartal IV tahun ini. Dengan demikian dapat mendorong pertumbuhan kredit dan perputaran uang di Indonesia.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Sunarso mengatakan bahwa tahun ini likuiditas memang cenderung mengetat. Ada dua hal yang menjadi penyebabnya, yakni belanja pemerintah dan capital outflow.
(mkh/mkh)