Fokus Pelindungan Konsumen OJK Luncurkan Roadmap P2P Lending
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi meluncurkan peta jalan atau roadmap Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi (LPBBTI) periode 2023-2028. Tujuannya adalah untuk mewujudkan industri fintech peer to peer (P2P) lending yang sehat, berintegritas, dan berorientasi pada inklusi keuangan dan perlindungan konsumen serta berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi nasional.
Kepala Eksekutif PVML merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Agusman mengatakan, bahwa industri P2P lending memiliki dasar hukum karena telah tertuang dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK). Sehingga penguatan industri ini perlu dilakukan.
Agusman menjelaskan dalam menciptakan industri P2P lending yang sehat dan berintegritas, pihaknya telah menyiapkan berbagai strategi. Pertama lewat penguatan permodalan, tata kelola, manajemen risiko, dan sumber daya manusia.
Selanjutnya dengan penguatan pengaturan, pengawasan, dan perizinan, lalu penguatan perlindungan konsumen. Kemudian pengembangan elemenical system dan pengembangan infrastruktur data dan sarana informatika.
"Masing-masing strategi itu ada peran kerja, sangat detail, dan itu kita implementasikan bersama dengan industri P2P lending. Salah satunya yang kita garisbawahi adalah penguatan permodalan," ungkap dia dalam Power Lunch CNBC Indonesia (28/11/2023).
Menurut dia dalam hal penguatan modal, industri fintech P2P lending harus memenuhi modal minimum sebesar Rp 2,5 miliar dan tahun depan memenuhi modal minimum sebesar Rp 7,5 miliar. Lalu pada 2025, modal minimum yang diharuskan adalah sebesar Rp 12,5 miliar.
"Ini harus dilakukan dan pada saat yang sama penguatan manajemen risiko," terang Agusman.
Dia juga menjelaskan alasan penguatan permodalan menjadi hal yang paling diperhatikan dalam roadmap ini. Sebab dengan permodalan yang kuat, industri fintech P2P lending bisa menghadapi segala risiko dalam menjalankan usahanya.
Dengan permodalan yang kuat, tambah dia, industri ini pun akan mampu tumbuh secara berkelanjutan. Industri fintech P2P lending juga dinilai akan semakin terkonsolidasi dan meningkatkan persaingan.
Adapun ketika para pelaku di industri fintech P2P lending tak mampu memenuhi modal minimum, kata dia, OJK akan memberikan peringatan hingga pencabutan izin usaha. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan OJK nomor 10 tahun 2022.
"Kami lakukan ini semua pada dasarnya melindungi konsumen. Roadmap kita itu berorientasi pada perlindungan konsumen. Saat kita meluncurkan SE nomor 19 tahun 2023, itu dasarnya perlindungan konsumen," jelas Agusman.
OJK mencatat saat ini ada sebanyak 23 pelaku di industri fintech P2P lending yang masih dalam proses pemenuhan modal minimum sebesar Rp 2,5 miliar.
Lebih lanjut, dalam mewujudkan industri fintech P2P lending yang sehat dan berintegritas, terdapat tiga periode. Antara lain adalah penguatan pondasi selama 2 tahun pertama yakni pada 2023 hingga 2024. Lalu periode konsolidasi dan menciptakan momentum pada 2025 hingga 2026. Terakhir periode penyesuaian pertumbuhan pada 2027 hingga 2028.
"Setiap periode ada indikatornya. Di periode pertama kita harus menjaga bahwa P2P lending ini memberikan kontribusi untuk kredit produktif dan UMKM ini pada kisaran 30%-40%. Periode kedua menjadi 40%-50% dan periode terakhir menjadi 50%-70%," tandas Agusman.
(bul/bul)