Inovasi Budidaya Kopi Terkini Dengan Energi Panas Bumi

Teti Purwanti, CNBC Indonesia
28 November 2023 13:34
PT Pertamina Geothermal Energy atau PGEO Tbk di kawasan Kota Tomohon dan Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. (CNBC Indonesia TV)
Foto: PT Pertamina Geothermal Energy atau PGEO Tbk di kawasan Kota Tomohon dan Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mendorong keberlanjutan bisnis dan memberikan manfaat nyata kepada masyarakat hingga industri melalui inovasi. Salah satu inovasi terkini yang mampu mendongkrak industri perkebunan tanah air adalah, pemrosesan komoditas kopi dengan panas bumi atau Geothermal Coffee Process (GCP).

Ketua Bidang Kopi Specialty dan Industri, Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEIKI) Moelyono Soesilo menyambut baik adanya inovasi pengolahan kopi dengan panas bumi ini. Menurutnya, ada potensi GCP mampu meningkatkan produktivitas petani dan produksi kopi dalam negeri.

"Saya sudah pernah lihat sendiri dan cukup bagus, semoga ke depan bisa berpengaruh dan meningkatkan produktivitas karena sudah menggunakan cara-cara modern," jelas Moelyono kepada CNBC Indonesia, Senin (20/11/2023)

Moelyono berharap dengan GCP bisa meningkatkan produktivitas, karena biasanya kawasan kawasan geothermal yang berada di dataran tinggi, begitu juga dengan kopi jenis arabica. Dia mengatakan sudah 30 tahun produksi kopi arabica di tanah air jumlahnya stagnan, sehingga inovasi terbaru ini bisa menjadi pendorong.

Dia pun mengharapkan PGEO bisa melakukan CSR, sosialisasi, serta edukasi terkait GCP kepada petani kopi.

"Petani kopi butuh edukasi dalam pemilihan bibit dan banyak hal lagi agar maksimal. Bukan cuma itu, mereka juga butuh didampingi setidaknya minimal lima tahun, bukan setahun, dua tahun saja, agar upaya meningkatkan produksi kopi maksimal, dan CSR yang dilakukan juga bisa berdampak," tegas Moelyono.

Untuk diketahui, GCP membawa inovasi pengolahan yang berbeda dari varian kopi pada umumnya, yang diharapkan lebih efisien dan konsisten dalam segi produktivitas dan rasa, tanpa mengesampingkan kebaikan lingkungan. Bersama PGE Area Kamojang, Kelompok GCP yang terdiri dari pelaku kopi hulu dan hilir meliputi petani kopi, prosesor, roaster, dan barista bekerja bersama menjadi sebuah sinergi dan harmoni untuk mencapai kemandirian lokal yang sustainable.

Berdasarkan data GCP, perbedaan proses dengan kopi geothermal adalah saat fermentasi dan juga penjemuran. Untuk diketahui, tanpa geothermal penjemuran full wash membutuhkan waktu tujuh hingga 10 hari, untuk honey membutuhkan waktu 14 hingga 30 hari, dan natural membutuhkan waktu 35 hingga 42 hari.

Namun dengan geothermal, geothermal wash hanya membutuhkan dua hingga empat hari, honey skin contact membutuhkan empat hingga tujuh hari, dan natural quick dry membutuhkan waktu tujuh hingga 10 hari.

Melalui GCP potensi reduksi emisi 4 tCO2e/tahun dan potensi recycle sampah organik 419,2 kg/tahun. Sedangkan secara ekonomi omzet kelompok petani GCP mencapai Rp 165 juta per tahun dengan rata-rata pendapatan pengelola Rp 24 juta per tahun dan penghematan biaya operasional Rp 55,2 juta per tahun.


(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Banyak Tantangan di Industri Panas Bumi, PGEO Ungkap Jurus Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular