Mata Uang Asia Kompak Dilibas Dolar AS, Rupiah Paling Ngenes
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas mata uang Asia mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Rabu (22/11/2023). Hal ini terjadi pasca risalah rilis pertemuan Federal Open Market Coommittee (FOMC) dan peluang menaikkan suku bunganya.
Dilansir dari Refinitiv, pukul 09.29 WIB, depresiasi mata uang Asia dipimpin oleh rupiah Indonesia yang ambruk 0,87% terhadap dolar AS secara harian. Posisi kedua ditempati oleh ringgit Malaysia yang melemah sebesar 0,37%.
Namun sedikit berbeda dengan yen Jepang yang justru mengalami apresiasi 0,08% di tengah kenaikan indeks dolar AS (DXY) sebesar 0,02% di angka 103,58.
Bank sentral AS (The Fed) merilis risalah untuk pertemuan FOMC pada Oktober lalu pada Selasa waktu AS atau Rabu dini hari waktu Indonesia. Risalah FOMC menunjukkan jika pejabat The Fed akan lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan suku bunga. Mereka juga mengisyaratkan hanya akan menaikkan suku bunga jika upaya untuk mengendalikan inflasi goyah. Untuk diketahui target The Fed perihal inflasi yakni 2%.
Sebagai catatan, inflasi konsumen AS (CPI) terpantau melandai ke 3,2% (year on year/yoy) pada Oktober 2023, lebih rendah dibandingkan 3,7% (yoy) pada September serta di bawah ekspektasi pasar (3,3%). Ini adalah kali pertama inflasi AS melandai dalam empat bulan terakhir. CPI Inti juga masih berjalan pada tingkat 12 bulan sebesar 4%.
Sementara inflasi produsen AS (PPI) juga lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya menjadi 1,3% yoy atau lebih rendah dibandingkan periode September yang berada di angka 2,2% yoy. Kontraksi ini adalah yang pertama sejak Mei dan terbesar sejak April 2020.
Lebih lanjut, para pejabat The Fed juga menyatakan sedikit keinginan untuk memangkas suku bunga dalam waktu dekat, terutama karena inflasi masih jauh di atas target mereka.
Dilansir dari CNBC International, mereka mengatakan kebijakan harus tetap "membatasi" sampai data menunjukkan inflasi berada pada jalur yang meyakinkan untuk kembali ke sasaran bank sentral sebesar 2%.
Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa komite sama sekali tidak memikirkan penurunan suku bunga saat ini.
Namun, bersamaan dengan itu, risalah tersebut menunjukkan bahwa para anggota yakin mereka dapat mengambil tindakan "berhati-hati" dan mengambil keputusan "berdasarkan totalitas informasi yang masuk dan implikasinya terhadap prospek ekonomi serta keseimbangan risiko."
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)