
Breaking! Rupiah Ambruk Hampir 1%, Dolar ke Rp 15.570

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah ambruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah rilis pertemuan Federal Open Market Coommittee (FOMC) dan menjelang Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).
Merujuk Refinitiv, rupiah ada di posisi Rp 15.570 per dolar AS pada perdagangan Rabu (22/11/2203) pukul 09:03 WIB. Rupiah ambruk 0,87% atau hampir 1% terhadap dolar AS. Kondisi ini berbanding terbalik dengan hari sebelumnya.
Pada perdagangan kemarin, Selasa (21/11/2023), rupiah ditutup menguat di angka Rp 15.435/US$ atau terapresiasi tipis 0,03%. Posisi tersebut merupakan posisi terkuat sejak 25 September 2023.
Pergerakan rupiah hari ini akan dibayangi data risalah FOMC serta Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia.
The Fed merilis risalah untuk pertemuan FOMC pada Oktober lalu pada Selasa waktu AS atau Rabu dini hari waktu Indonesia. Risalah FOMC menunjukkan jika pejabat The Fed akan lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan suku bunga. Mereka juga mengisyaratkan hanya akan menaikkan suku bunga jika upaya untuk mengendalikan inflasi goyah.
Tidak hanya itu, dasar pertimbangan akan menunjukkan sedikit perubahan dari obsesi mengendalikan inflasi hingga 2% menjadi menahan suku bunga acuan tetap stabil, khususnya jika tidak ada kejutan kenaikan harga signifikan.
"Seluruh partisipan sepakat Komite ada di posisi untuk memproses (kebijakan) secara hati-hati. Kebijakan akan diputuskan berdasarkan informasi yang berkembang dan dampaknya kepada ekonomi," tulis risalah FOMC, dikutip dari website resmi The Fed.
Risalah tersebut menambahkan jika anggota komite tetap mempertimbangkan untuk mengetatkan kebijakan moneter jika data yang berkembang menunjukkan target The fed dalam menekan inflasi tak memadai.
Kalimat ini lebih dovish dibandingkan FOMC pada pertemuan September di mana disebutkan mayoritas partisipan masih melihat kebutuhan untuk menaikkan suku bunga.
Namun, risalah FOMC belum menyebut apapun mengenai keinginan The Fed untuk memangkas suku bunga.The Fed masih khawatir jika inflasi masih bisa naik dan langkah The Fed selama ini belum cukup untuk meredam kenaikan harga.
Pelaku pasar melihat risalah FOMC semakin menegaskan optimisme mereka jika The Fed tidak akan mengerek suku bunga lagi. Terlebih, inflasi AS sudah jauh melandai ke 3,2% (year on year/yoy) pada Oktober 2023, dari 3,7% (yoy) pada September 2023.
Kendati demikian, tidak adanya pernyataan apapun mengenai pemangkasan suku bunga membuat pasar kecewa.
Perangkat CME FedWatch Tool menunjukkan pelaku pasar melihat kemungkinan 94% The Fed akan menahan suku bunga pada pertemuan 11-12 Desember mendatang. Posisi ini turun tipis dibandingkan pada hari sebelumnya yang mencapai 100%.
Selain risalah The Fed, pergerakan rupiah juga akan dibayangi oleh RDG Bank Indonesia.
BI hari ini akan mulai menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) dan akan mengumumkan kebijakan suku bunga pada Kamis (23/11/2023).
Konsensus pasar sejauh ini memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan di level 6,0%. Namun, ada sejumlah analis yang memperkirakan BI akan kembali mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps ke 6,25%.
BI secara mengejutkan mengerek suku bunga sebesar 25 bps menjadi 6% pada pertemuan Oktober lalu di tengah pelemahan rupiah yang sangat tajam.
Fokus BI diyakini masih pada upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Nilai tukar memang menguat tajam pada November yakni menembus 2,88% tetapi masih rawan jatuh jika ada perubahan kebijakan suku bunga The Fed.
Kembali defisitnya transaksi berjalan dan NPI juga bisa menjadi batu sandungan BI.
Seperti diketahui, neraca transaksi berjalan pada kuartal III-2023 menorehkan defisit senilai US$900 juta atau sekitar Rp 3, 91 triliun (US$ 1=Rp 15.450). Nilai tersebut setara dengan 0,25% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini jauh menurun dibandingkan dengan defisit US$ 2,2 miliar (Rp 33,9 triliun) atau 0,63% dari PDB pada triwulan sebelumnya.
Defisit transaksi berjalan ini merupakan untuk kedua kalinya yang terjadi secara beruntun yang juga sempat terjadi pada kuartal I dan kuartal II-2021 atau dua tahun yang lalu.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III-2023 tercatat defisit US$1,5 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan defisit pada kuartal sebelumnya sebesar US$7,4 miliar. Penurunan ini ditopang oleh defisit neraca transaksi berjalan dan transaksi modal dan finansial yang membaik.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Lebih Perkasa Saat Ini, Dibanding Era Taper Tantrum