Bursa Asia Gak Kompak Lagi, IHSG Merah atau Hijau?

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
22 November 2023 08:44
Passersby are reflected on an electronic board showing the exchange rates between the Japanese yen and the U.S. dollar, the yen against the euro, the yen against the Australian dollar, Dow Jones Industrial Average and other market indices outside a brokerage in Tokyo, Japan, August 6, 2019.   REUTERS/Issei Kato
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik cenderung bervariasi pada awal perdagangan Rabu (22/11/2023), di tengah melemahnya bursa saham Amerika Serikat (AS) kemarin, setelah dirilisnya risalah pertemuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Per pukul 08:32 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang menguat 0,58%, Straits Times Singapura dan ASX 200 Australia naik tipis 0,08%.

Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong turun 0,17%, Shanghai Composite China melemah 0,17%, dan KOSPI Korea Selatan terkoreksi 0,56%.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung beragam terjadi di tengah melemahnya bursa saham AS, Wall Street kemarin, setelah dirilisnya risalah pertemuan The Fed.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun 0,18%, S&P 500 melemah 0,2%, dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,59%.

Pelemahan terjadi, meski risalah pertemuan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) atau Federal Open Market Committee (FOMC) Minutes mengindikasikan kecil kemungkinan akan menaikkan suku bunga kembali.

Selain itu, faktor penurunan juga diperkirakan akibat ekspektasi pelaku pasar yang terlalu berlebih akan adanya harapan penurunan suku bunga.

The Fed merilis risalah untuk pertemuan FOMC pada Oktober lalu pada Selasa waktu AS atau Rabu dini hari waktu Indonesia. Risalah FOMC menunjukkan jika pejabat The Fed akan lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan suku bunga. Mereka juga mengisyaratkan hanya akan menaikkan suku bunga jika upaya untuk mengendalikan inflasi goyah.

Tidak hanya itu, dasar pertimbangan akan menunjukkan sedikit perubahan dari obsesi mengendalikan inflasi hingga 2% menjadi menahan suku bunga acuan tetap stabil, khususnya jika tidak ada kejutan kenaikan harga signifikan.

The Fed mengindikasikan bahwa kebijakannya harus tetap "restriktif" di tengah kekhawatiran bahwa inflasi akan menjadi semakin tinggi.

"Dalam pembahasan prospek kebijakan, para peserta terus menilai bahwa kebijakan moneter harus dijaga cukup ketat agar inflasi dapat kembali ke sasaran Komite sebesar 2% dari waktu ke waktu," demikian isi risalah tersebut.

Penetapan suku bunga The Fed menunjukkan hampir adanya kesepakatan bahwa Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) akan tetap stabil mempertahankan pada pertemuan bulan Desember mendatang, dan memperkirakan pemangkasan mulai bulan Mei.

"Mungkin saja kita berada di tengah-tengah pergantian rezim yang jarang terjadi namun sangat signifikan. Dan mungkin saja kita tidak akan kembali ke tingkat suku bunga nol," kata Jon Burkett-St. Laurent, manajer portofolio senior di Exencial Wealth Advisors, dikutip dariĀ CNBC International.

Pelaku pasar melihat risalah FOMC semakin menegaskan optimisme mereka jika The Fed tidak akan mengerek suku bunga lagi. Terlebih, inflasi AS sudah jauh melandai ke 3,2% (year-on-year/yoy) pada Oktober 2023, dari 3,7% (yoy) pada September 2023.

Kendati demikian, tidak adanya pernyataan apapun mengenai pemangkasan suku bunga membuat pasar kecewa.

Perangkat CME FedWatch Tool menunjukkan pelaku pasar melihat kemungkinan 94% The Fed akan menahan suku bunga pada pertemuan 11-12 Desember mendatang. Posisi ini turun tipis dibandingkan pada hari sebelumnya yang mencapai 100%.

Pelaku pasar juga melihat kemungkinan 60% jika The Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan 30 April-1 Mei 2024, proyeksi ini naik dibandingkan sebelumnya yakni 57%.

Karena biaya pendanaan tetap "lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama", data perumahan menunjukkan bulan lalu merupakan masa yang sulit bagi calon pembeli rumah.

Penjualan rumah pada Oktober mencapai 3,79 juta unit, lebih rendah dibandingkan perkiraan 3,9 juta, menurut National Association of Realtors. Ini menandai laju penjualan paling lambat sejak Agustus 2010, dan turun 14,6% dari tahun sebelumnya.

Di lain sisi, bergairahnya saham-saham teknologi pada perdagangan Senin awal pekan ini kembali memudar kemarin.

Raksasa e-commerce Amazon turun 1,5% pasca mantan CEO Jeff Bezos mungkin menjual lebih banyak saham Amazon. Miliarder itu diketahui melepas 1,67 juta saham pada pekan lalu.

Pelaku pasar juga akan memperhatikan rilis laba perusahaan dari Nvidia. Saham Nvidia mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada Senin lalu, namun merosot 0,9% pada Selasa.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular