
Awal Pekan Bursa Asia Dibuka Tidak Kompak, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung beragam pada perdagangan Senin (20/11/2023), jelang keputusan suku bunga acuan pinjaman bank sentral China dan data ekonomi lainnya.
Per pukul 08:30 WIB, indeks Hang Seng Hong Kong melesat 0,82%, Shanghai Composite China menguat 0,15%, ASX 200 Australia naik 0,13%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,58%.
Sedangkan untuk indeks Nikkei 225 turun tipis 0,03% dan Straits Times Singapura melemah 0,6%.
Dari China, bank sentral (People's Bank of China/PBoC) memutuskan untuk kembali menahan suku bunga acuan pinjaman (loan prime rate/LPR) pada hari ini, sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.
LPR tenor 1 tahun kembali ditahan di level 3,45%, sedangkan LPR dengan jatuh tempo 5 tahun juga ditahan di level 4,2%.
PBoC juga sebelumnya telah meningkatkan injeksi likuiditas tetapi mempertahankan suku ketika menggulirkan pinjaman kebijakan jangka menengah yang jatuh tempo pada Rabu lalu, sesuai dengan ekspektasi pasar.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga likuiditas sistem perbankan cukup untuk melawan faktor-faktor jangka pendek termasuk pembayaran pajak dan penerbitan obligasi pemerintah.
"Pada saat yang sama, Bank Sentral akan menyediakan uang dasar jangka menengah dan panjang dengan tepat," kata PBoC dalam pernyataan online.
Seluruh 31 pengamat pasar yang disurvei oleh Reuters pekan ini memperkirakan bank sentral akan menyuntikkan dana segar melebihi jatuh temponya.
Dengan pinjaman medium-term lending facility (MLF) senilai 850 miliar yuan yang akan berakhir bulan ini, operasi tersebut menghasilkan suntikan dana segar sebesar 600 miliar yuan ke dalam sistem perbankan China.
China sendiri telah meningkatkan upaya untuk menghidupkan kembali perekonomiannya pascapandemi Covid-19 melalui serangkaian langkah dukungan kebijakan dalam beberapa bulan terakhir, meskipun sejauh ini dampak positifnya masih kecil.
Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung bervariasi terjadi di tengah menguatnya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan akhir pekan lalu.
Pada perdagangan Jumat pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutupnaik tipis 0,01%, S&P 500 menguat 0,13%, dan Nasdaq Composite juga berakhir naik tipis 0,08%.
Data inflasi yang melandai menjadi 'obat kuat' Wall Street pada pekan lalu, yang memberikan harapan kepada investor bahwa kebijakan pengetatan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) terhadap kebijakan suku bunga mungkin tidak akan terjadi lagi.
Bahkan, optimisme pasar membuat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) sempat menyentuh level terendahnya dalam dua bulan terakhir, sebelum berakhir stabil di 4,45%.
Wakil Ketua The Fed untuk Pengawasan, Michael Barr mengatakan bahwa ia yakin bank sentral berada pada atau mendekati puncak suku bunga, sementara Ketua The Fed San Francisco, Mary Daly memberi isyarat bahwa ia hanya ingin menyesuaikan kebijakan moneter secara bertahap, jika memang ada, mengingat kondisi perekonomian yang suram.
"The Fed sedang bergulat dengan ketidakpastian mengenai prospek dan kelambanan kebijakan," ujar Thomas Hayes, ketua Great Hill Capital LLC.
Seperti diketahui, inflasi AS melandai ke 3,2% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Oktober 2023, dari 3,7% (yoy) pada September 2023.
Melandainya inflasi diikuti dengan melemahnya sejumlah indikator ekonomi lainnya mulai dari indeks harga produsen (PPI), penjualan ritel, hingga naikya klaim pengangguran.
Indeks harga produsen AS terkontraksi 0,5% (month-to-month/mtm) pada Oktober 2023. Kontraksi ini adalah yang pertama sejak Mei dan terbesar sejak April 2020. Secara tahunan (yoy), harga produsen naik 1,3% dari Oktober 2022, melandai dari 2,2% pada September 2023 dan menjadi kenaikan terkecil sejak Juli.
Data penjualan ritel AS juga menunjukkan tren pelemahan. Secara bulanan (mtm), penjualan ritel AS terkontraksi 0,1% pada Oktober 2023, menjadi kontraksi pertama dalam tujuh bulan terakhir.
Secara tahunan, penjualan ritel juga melandai menjadi 2,5% pada Oktober 2023, terendah dalam empat bulan terakhir.
Pengajuan tunjangan pengangguran naik 13.000 menjadi 231.000 untuk pekan yang berakhir 11 November, Departemen Tenaga Kerja melaporkan pada Rabu waktu Indonesia. Angka tersebut merupakan tertinggi dalam tiga bulan.
Data-data tersebut semakin menegaskan jika inflasi AS memang sudah mendingin sehingga membawa harapan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan segera melunak.
PerangkatCME FedWatch tool menunjukkan 100% pelaku pasar melihat The Fed masih akan menahan suku bunga pada Desember mendatang. Artinya, hingga akhir tahun suku bunga masih berada di level 5,25-5,50%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
