
Data Inflasi China Jadi Perhatian, Bursa Asia Dibuka Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka menguat pada perdagangan Kamis (9/11/2023), jelang rilis data inflasi China pada periode Oktober 2023.
Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang menanjak 0,85%, Straits Times Singapura naik tipis 0,09%, ASX 200 Australia menguat 0,52%, dan KOSPI Korea Selatan bertambah 0,21%.
Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong melemah 0,33% dan Shanghai Composite China turun tipis 0,08%.
Dari China, data inflasi pada periode Oktober 2023 akan dirilis pada pagi hari ini. Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan inflasi konsumen (consumer price index/CPI) China akan berada di angka 0% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan 0,2% secara bulanan (month-on-month/mom) untuk periode Oktober.
Sedangkan untuk inflasi produsen (producer price index/PPI) China pun diproyeksikan konsensus lebih rendah dengan deflasi sebesar 2,7% yoy dari periode sebelumnya yang mengalami deflasi 2,5%.
Inflasi China ini menjadi penting sebab salah satu tanda bahwa suatu negara mengalami pertumbuhan dan bergerak ke arah yang positif yakni diikuti dari inflasi yang terjadi.
Bagi China sendiri, belakangan ini CPI secara tahunan masih tergolong sangat rendah bahkan sempat mengalami deflasi pada Juli 2023 dan memberikan kekhawatiran bagi pasar.
Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung menguat terjadi di tengah masih menguatnya beberapa indeks saham Amerika Serikat (AS) di Wall Street kemarin.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutupmelemah 0,12%. Namun untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite berakhir menguat. S&P 500 menguat 0,1% sedangkan Nasdaq naik tipis 0,08%.
"Pasar mulai bersiap menghadapi The Fed yang akan absen, dan kita mungkin akan mendapatkan soft landing. Ekuitas benar-benar oversold selama beberapa bulan terakhir, dan akhirnya terjadi sedikit rebound," kata Anthony Saglimbene, kepala strategi pasar di Ameriprise, dikutip dari CNBC International.
Meskipun inflasi dan data perekonomian yang akan datang kemungkinan akan menjadi faktor dalam kenaikan ekuitas, data terus memberikan sinyal bahwa perekonomian sedang melambat namun tidak jatuh secara drastis.
Pasar juga menantikan komentar mendatang dari Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell. Hal ini, ditambah dengan gambaran pendapatan, dan indeks harga konsumen minggu depan, dapat menjadi katalis utama berikutnya untuk ekuitas.
Sementara itu, pasar juga menanti rilis data tenaga kerja berupa klaim pengangguran mingguan untuk pekan yang berakhir 4 November 2023.
Pada periode pekan yang berakhir tanggal 28 Oktober 2023, tercatat jumlah orang AS yang mengajukan tunjangan pengangguran meningkat 5.000 menjadi 217.000.
Angka tersebut berada di atas ekspektasi pasar sebesar 210.000, menandai jumlah klaim tertinggi dalam hampir dua bulan. Sementara konsensus berekspektasi klaim pengangguran awal yang berakhir tanggal 4 November 2023 naik menjadi 218.000.
Sedangkan klaim pengangguran lanjutan terus meningkat sebesar 35.000 menjadi 1.818.000 pada pekan yang berakhir 21 Oktober 2023, tertinggi sejak pertengahan April, dari 1.783.000 pada minggu sebelumnya, dan di atas perkiraan pasar sebesar 1.800.000.
Hal ini menunjukkan bahwa pengangguran semakin kesulitan mendapatkan pekerjaan. Lebih lanjut, data tersebut sejalan dengan sinyal dari The Fed bahwa kondisi pasar tenaga kerja sedang mengalami sedikit pelemahan, meskipun secara historis masih berada pada tingkat yang ketat.
Dengan data tenaga kerja yang terus mendingin membuat pasar berekspektasi The Fed tidak akan lagi menaikkan suku bunga acuannya di sisa tahun ini, alias kembali mempertahankan suku bunga acuannya.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, 92,9% investor yakin The Fed akan kembali menahan suku bunga acuan di 5,25%-5,5% dalam pertemuan bulan depan yang juga menjadi pertemuan terakhir di tahun ini.
Di lain sisi, akhir musim laporan laba di AS terus berlanjut. Sejauh ini, Sekitar 88% perusahaan dalam indeks berbasis luas telah membukukan kinerjanya, dengan lebih dari 88% mengalahkan estimasi pendapatan.
Namun, permintaan yang melambat berarti hanya 62% yang melampaui ekspektasi pendapatan, dan beberapa perusahaan memberikan pandangan yang hati-hati.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
