Suku Bunga The Fed Ditahan, Rupiah Dibuka Kuat

rev, CNBC Indonesia
Kamis, 02/11/2023 09:32 WIB
Foto: Penukaran uang dolar (AS) dan rupiah di Valuta Inti Prima (VIP) Money Changer, Menteng, Jakarta, Rabu (11/10/2023). (CNBC Indonesia/ Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah bank sentral AS (The Fed) menahan suku bunga, sesuai dengan ekspektasi pasar.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka Rp15.870/US$ atau menguat 0,38% hari ini, Kamis (2/11/2023). Hal ini berkebalikan dengan penutupan perdagangan kemarin (1/11/2023) yang ditutup melemah 0,31%.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 8.59 WIB melemah sebesar 0,50% menjadi 106,35. Angka ini lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (1/11/2023) yang berada di angka 106,88.


Kamis dini hari (2/11/2023), The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga dan merupakan kedua kalinya dalam dua pertemuan terakhir di level 5,25-5,50%. The Fed terakhir kali menaikkan suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) 25 Juli 2023.

Keputusan menahan suku bunga juga sejalan dengan ekspektasi pelaku pasar.

Dalam pernyataan resminya, The Fed mengatakan jika indikator terbaru menunjukkan aktivitas ekonomi AS masih kuat pada kuartal III-2023 tetapi data tenaga kerja sudah bergerak moderat. Tingkat pengangguran juga masih rendah dan inflasi masih tinggi.

"Komite tetap menetapkan target inflasi di kisaran 2%. Dalam menetapkan kebijakan moneter, komite akan mempertimbangkan dampak kumulatif dari pengetatan moneter, dampak ekonomi, dan perkembangan sektor keuangan," tulis The Fed dalam keterangan resminya.

Chairman The Fed Jerome Powell pada saat konferensi pers usai rapat FOMC menjelaskan jika upaya untuk membawa inflasi kembali ke kisaran 2% masih jauh.

Damanick Dantes, analis dari Global X, memperkirakan peluang The Fed untuk menaikkan suku bunga di Desember kecil karena besarnya dampak kenaikan imbal hasil US Treasury.

Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun sempat melonjak ke 5% meskipun saat ini sudah melandai ke kisaran 4,7%.

Salah satu faktornya adalah rencana Kementerian Keuangan AS yang akan menerbitkan utang senilai US$112 miliar.

"Dengan kenaikan imbal hasil seperti saat ini maka peluang kenaikan menjadi berkurang. Kondisi keuangan yang lebih ketat sejak September sudah ikut membantu The Fed dalam menekan inflasi," tutur Dantes, dikutip dari CNBC International.

Peter Cardillo, kepala ekonom market Spartan Capital Securities, juga menilai pernyataan The Fed lebih dovish.

"Pernyataan The Fed kini lebih dovish. Fakta bahwa The fed menahan suku bunga dua kali beruntun mengindikasikan ada kemungkinan The Fed juga akan melakukan hal sama di Desember. Jika memang demikian maka siklus kenaikan suku bunga memang sudah berakhir," ujar Cardillo, kepada CNN Business.

Sementara dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) menjelaskan pelemahan yang terjadi pada rupiah belakangan ini masih cukup terkendali. Baik secara harian maupun dibandingkan sejak akhir tahun lalu atau year to date (ytd) yang lebih baik dibandingkan dengan negara tetangga.

"Pelemahan rupiah masih relatif terkendali, Thailand Baht dan Korean Won melemah lebih tajam dari rupiah," terangnya.

BI akan selalu berada di pasar untuk memonitor perkembangan nilai tukar, termasuk melakukan intervensi jika dibutuhkan. Rupiah akan dijaga sesuai dengan level fundamental.

"Tentu kami masuk pasar untuk smoothing dan memastikan keberadaan supply valas di market, dan saya melihat supply valas dari pelaku pasar masih sangat terjaga," tegas Edi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com


(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Kocok Ulang Anggaran, Dana Investor Jumbo Lari Kemana?