
Hantu Inflasi Ngamuk Lagi, Dolar AS Pepet Rp16.000

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca inflasi Indonesia mengalami kenaikan dan tekanan dari AS maupun China perihal data ekonominya yang menakutkan pasar.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka Rp15.930/US$ atau melemah 0,31%. Hal ini berkebalikan dengan penutupan perdagangan kemarin (31/10/2023) yang ditutup menguat 0,03%.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 15.06 WIB menguat sebesar 0,12% menjadi 106,79. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (31/10/2023) yang berada di angka 106,66.
Pagi hari ini (1/11/2023), BPS telah merilis data inflasi Indonesia yang tercatat di bawah ekspektasi baik secara bulanan maupun tahunan. Inflasi Oktober 2023 mencapai 0,17% secara month to month (mtm) dan 2,56% year on year (yoy) dengan penyumbang inflasi terbesar adalah beras, bensin, dan cabai rawit.
Hasil tersebut di luar ekspektasi pasar khususnya konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi memperkirakan inflasi Oktober 2023 akan mencapai 0,26% dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Hasil polling juga memperkirakan inflasi (year on year/yoy) akan berada di angka 2,65% pada bulan ini. Inflasi inti (yoy) diperkirakan mencapai 2,00%.
Dengan inflasi yang meningkat berimplikasi pada naiknya harga barang. Alhasil masyarakat semakin sulit untuk membeli barang khususnya pangan dan berdampak pada pelemahan daya beli dan perekonomian domestik. Hal ini juga berpotensi membuat perekonomian Indonesia menjadi lesu ke depannya.
Selain itu, melemahnya rupiah juga ditengarai akibat perkembangan terbaru dari perekonomian AS.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto menjelaskan data tenaga kerja AS meningkat menjadi sinyal inflasi masih tetap tinggi. Hal ini memperkuat keyakinan suku bunga acuan AS akan naik lagi pada November ataupun Desember 2023.
"Diduga bank sentral AS (the Fed) akan memberikan tone yang hawkish," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (1/11/2023).
Pada pertemuan September lalu, The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga di level 5,25-5,50%. Namun, bank sentral AS tetap memberi sinyal adanya kenaikan sekali lagi pada tahun ini.
Hal lain yang menjadi penyebab adalah China. Negeri Tirai Bambu, Biro Statistik China (NBS) telah mengumumkan data PMI Manufaktur untuk Oktober pagi tadi. Data ini cukup penting oleh pelaku pasar untuk menentukan sebagaimana kondisi manufaktur China di tengah masih lesunya perekonomian China.
Secara tak terduga, PMI Manufaktur China turun menjadi 49,5 pada bulan Oktober 2023 dari 50,2 pada bulan September, meleset dari perkiraan pasar sebesar 50,2, karena peningkatan output yang lebih lambat, di tengah penurunan pesanan baru, dengan penjualan asing turun lebih cepat sementara lapangan kerja terus menurun.
PMI Non-Manufaktur NBS resmi untuk China pun mengalami penurunan menjadi 50,6 pada Oktober 2023 dari 51,70 pada bulan sebelumnya. Sementara Indeks Output PMI Gabungan NBS di China turun menjadi 50,7 pada Oktober 2023 dari 52,0 pada bulan sebelumnya, yang menunjukkan angka terendah sejak Desember 2022.
Penurunan yang di luar ekspektasi ini mempertegas bahwa perkembangan China saat ini baik di sektor manufaktur maupun non-manufaktur relatif lambat dan berpotensi merambat ke gerak laju investasi dan produksi China yang juga turut melambat.
Kendati tekanan yang terjadi cukup deras terhadap mata uang Garuda, Edi memastikan, pelemahan rupiah masih terkendali. Baik secara harian maupun dibandingkan sejak akhir tahun lalu atau year to date (ytd) yang lebih baik dibandingkan dengan negara tetangga.
"Pelemahan rupiah masih relatif terkendali, Thailand Baht dan Korean Won melemah lebih tajam dari rupiah," terangnya.
BI akan selalu berada di pasar untuk memonitor perkembangan nilai tukar, termasuk melakukan intervensi jika dibutuhkan. Rupiah akan dijaga sesuai dengan level fundamental.
"Tentu kami masuk pasar untuk smoothing dan memastikan keberadaan supply valas di market, dan saya melihat supply valas dari pelaku pasar masih sangat terjaga," tegas Edi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer
