Investor Tunggu BoJ dan China, Bursa Asia Loyo Lagi

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
31 October 2023 08:37
A man uses a mobile phone next to an electronic board showing Japan's Nikkei average outside a brokerage in Tokyo, Japan, October 12, 2018.   REUTERS/Toru Hanai
Foto: Ilustrasi Bursa Tokyo (REUTERS/Toru Hanai)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka melemah pada perdagangan Selasa (31/10/2023), jelang keputusan suku bunga terbaru bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) dan rilis data aktivitas manufaktur China versi NBS.

Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang terpangkas 0,18%, Hang Seng Hong Kong melemah 0,68%, Shanghai Composite China turun tipis 0,08%, dan KOSPI Korea Selatan terkoreksi 0,7%.

Sedangkan untuk indeks Straits Times Singapura menguat 0,38% dan ASX 200 Australia bertambah 0,45%.

Dari China, Biro Statistik China (NBS) akan mengumumkan data PMI Manufaktur untuk Oktober. Data ini cukup penting oleh pelaku pasar untuk menentukan sebagaimana kondisi manufaktur China di tengah masih lesunya perekonomian China.

Aktivitas manufaktur China sudah berada di zona ekspansif pada September 2023 ke posisi 50,2 setelah terkontraksi selama lima bulan sebelumnya.

Perkembangan manufaktur China menjadi penting karena itu menunjukkan gerak laju investasi dan produksi China.

Sementara itu dari Jepang, BoJ akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan terbarunya pada hari ini. Keputusan BoJ sangat ditunggu pasar setelah yen Jepang ambruk dan imbal hasil (yield) surat utang Jepang melambung.

Yield surat utang pemerintah Jepang menembus 0,9% pada perdagangan kemarin yang merupakan level tertinggi selama 11 tahun.

BOJ hingga kini masih mempertahankan suku bunga ultra longgarnya yang kini ada di minus 0,1%. Suku bunga acuan sebesar itu sudah bertahan sejak 2016.

Sebagian pelaku pasar melihat ada kemungkinan jika BoJ akan segera mengakhiri suku bunga ultra rendahnya serta mengakhiri yield curve control (YCC) pada akhir 2024.

BoJ menggelar pertemuan delapan kali dalam setahun untuk menentukan suku bunga sekaligus memberikan update mengenai outlook ekonomi, seperti inflasi.

Berbeda dengan negara lain yang sudah mengerek suku bunga secara agresif, BoJ masih mempertahankan suku bunga ultra rendahnya di zona negatif 0,1% sejak 2016. Langkah tersebut diambil untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi Jepang.

Selain itu, Jepang juga lebih kerap berjuang melawan deflasi dalam beberapa tahun terakhir.

Inflasi Jepang sudah menembus 3% (year-on-year/yoy) pada September 2023, jauh di atas yang ditargetkan BoJ yakni 2%. Namun, suku bunga belum dinaikkan karena pertumbuhan dinilai belum cukup kuat meskipun sudah mencapai 1,2% pada kuartal II-2023.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas cenderung melemah terjadi di tengah rebound-nya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kemarin.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melejit 1,58%, S&P 500 melonjak 1,2%, dan Nasdaq Composite berakhir melesat 1,16%.

Sektor layanan komunikasi menjadi bintang di indeks S&P 500 dengan kenaikan lebih dari 2%. Saham teknologi juga terbang dengan Amazon melesat 3,9% dan Meta naik 2%.

Menurut analis dari B. Riley Financial, Art Hogan, menjelaskan bursa rebound karena sudah lama berada di titik rendah pekan lalu. Menurutnya, setiap kali bursa tutup di zona negatif terlalu dalam menjelang weekend karena tingginya kekhawatiran dan ternyata tidak terbukti kekhawatiran tersebut maka outlook akan berubah pada awal pekan berikutnya.

"Investor akhirnya menyadari dan percaya diri bahwa mereka sudah melakukan priced in berita berita buruk. Hal itu membuat market menguat," ujar Hogan, dikutip dari CNBC International.

Faktor lain dari melesatnya pasar kemarin adalah optimisme pasar jika bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sudah akan mengakhiri siklus kenaikan serta adanya faktor melandainya yield obligasi pemerintah AS (US Treasury).

Yield Treasury tenor 10 tahun melonjak di atas 5% pada awal pekan lalu, tetapi turun menjadi 4,9% pada Senin kemarin.

Pelaku pasar memperkirakan The Fed masih akan menahan suku bunga acuan di kisaran 5,25-5,50% pada bulan ini. Perangkat FedWatch Tool menunjukkan 99,9% pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menahan suku bunga acuan.

Namun, yang paling ditunggu pelaku pasar adalah sinyal kebijakan ke depan. The Fed pada pertemuan September lalu mengisyaratkan masih akan mengerek suku bunga sekali lagi pada tahun ini meskipun kebijakan akan sangat ditentukan oleh data-data ekonomi.

Data terbaru menunjukkan ekonomi AS masih melaju kencang sehingga inflasi diproyeksi sulit melandai.

Selain itu, investor juga menanti rilis laporan ketenagakerjaan periode Oktober pada Jumat pekan ini. Para investor mengharapkan adanya perlambatan di pasar tenaga kerja yang akan membuat The Fed merasa nyaman untuk tetap mempertahankan kebijakan hingga akhir tahun ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular