
Rupiah Anjlok Gara-gara AS Banyak Utang, Loh Kok Bisa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Runtuhnya nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir tak lepas dari besarnya utang Amerika Serikat (AS). Dolar AS menjadi begitu perkasa hingga nyaris menyentuh level Rp16.000.
"Karena kalau kita melihat fenomena terakhir ini, penyebab berberaknya kurs itu bukan faktor domestik tapi faktor dolarnya yang memang menguat," ungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu di Hotel Oriental Mandarin, Jakarta, Selasa (24/10/2023)
"Kenapa dolarnya menguat, karena memang sedang butuh membiayai defisitnya AS. Defisitnya AS kan melebar sangat tajam," terang Febrio. Utang nasional Amerika Serikat meroket ke level tertinggi sepanjang sejarah menembus US$ 33 triliun atau setara Rp 508.200 triliun (kurs Rp 15.400).
Hal ini sebelumnya juga disampaikan oleh Bank Indonesia (BI) usai Rapat Dewan Gubernur. Tingginya utang AS mendorong kenaikan suku bunga global yang diperkirakan akan diikuti pada tenor jangka panjang dengan kenaikan yield obligasi AS (US Treasury).
Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka pagi tadi di angka Rp15.880/US$ atau menguat 0,31%. Posisi ini mematahkan tren pelemahan rupiah yang terjadi selama empat hari beruntun. Kemarin rupiah ditutup di angka Rp15.930/US$.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 09.00 WIB menguat sebesar 0,06% menjadi 105,60. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (20/10/2023) yang berada di angka 105,53.
Meski demikian, Febrio menganggap pelemahan rupiah masih dalam batas yang wajar. Dilihat dari awal tahun, pelemahan rupiah hanya sekitar 1%. Berbeda dibandingkan dengan banyak negara yang mata uangnya turun lebih dari 5% hingga 10%.
"Jadi ini adalah kondisi di mana kita memang pada posisi yang relative better," paparnya.
Kemenkeu akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk melihat perkembangan situasi global dan pengaruhnya terhadap Indonesia.
"Kita dengan BI komunikasi sangat erat, dan bahkan juga kordinasi untuk some extend, kita sama-sama melihat bahwa kondisi global ini sedang tidak mudah, akan tetapi measure yang kita address kita deliver itu kan sebenarnya sudah relatif lebih baik dibandingkan banyak negara lain," terang Febrio.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Was-Was: Lebih dari 96 Negara Jadi Pasien IMF Sekarang