Pertama di RI, SMF Terbitkan Social Bond Rp 8 T
Bali, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan terus berupaya untuk meningkatkan keuangan berkelanjutan di Indonesia. Seperti dengan memfasilitasi penerbitan instrumen keuangan berkelanjutan seperti obligasi ramah lingkungan dan obligasi hijau, sukuk, dan obligasi berkelanjutan. Tidak terkecuali, obligasi sosial (social bond).
OJK mengungkapkan perusahaan BUMN yang bergerak dalam pembiayaan sekunder perumahan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF telah menerbitkan social bonds (obligasi sosial). SMF pun menjadi perusahaan pertama yang menerbitkan social bonds di Indonesia.
"Bergabung bersama kami hari ini adalah PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), yang siap membuat sejarah dengan ikatan sosial pertama di Indonesia, yang memungkinkan perusahaan memenuhi komitmennya dalam membangun rumah dan mengubah kehidupan banyak orang," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi di Press Conference ASEAN Capital Markets Forum (ACMF) 2023, Selasa (17/10/2023).
Sementara itu, Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo menyebut penerbitan social bond perusahaan ini dilakukan dalam seiring dengan Indonesia yang sedang mengarah ke keuangan berkelanjutan.
"Indonesia kini sedang bertransisi menuju keuangan berkelanjutan dan mengikuti semangat Pak Inarno, SMF telah berpartisipasi dalam transaksi menuju pasar modal berkelanjutan dengan menerbitkan obligasi sosial yang telah kami daftarkan tadi malam," ujar Ananta.
Didukung The Asian Development Bank (ADB), SMF akan menerbitkan model instrumen baik konvensional maupun syariah, yakni social bond dan sukuk musyarakah.
"Jumlah maksimum untuk bayangan konvensional adalah setara dengan sekitar Rp 8 triliun atau sekitar USD 530 juta dan syariahnya Rp 1,5 triliun kurang lebih USD 100 juta," pungkas Ananta.
Ia melanjutkan, 100% dari dana yang diperoleh akan digunakan untuk mendukung Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi pemerintah bagi masyarakat berpenghasilan rendah lantaran kekurangan kepemilikan rumah (backlog) di Indonesia sudah mencapai 12,7 juta.
(Zefanya Aprilia/ayh)