
5 Pertanyaan Investor Saham GOTO, Cek Jawaban JPMorgan!

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham emiten teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) mengalami volatilitas dan mencapai titik terendahnya sejak mencatatkan saham perdana (IPO) di 11 April tahun lalu. Saham GOTO kini bergerak antara Rp 54-66 per saham.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, Jumat alu (13/10), saham induk Gojek, Tokopedia, GoTo Financial (GTF), dan GoTo Logistics ditutup di level Rp 67/saham, dan masuk ke level terendah saat ini. Meski demikian, dalam 6 bulan terakhir, saham GOTO masih dibeli asing Rp 1,54 triliun alias net foreign buy di pasar reguler.
Pada perdagangan sesi I pukul 11.03 WIB, Senin (16/10), saham GOTO juga masih turun 7,46% dengan nilai transaksi Rp 757 miliar dan volume perdagangan 12,57 miliar saham.
Berdasarkan riset terbaru JPMorgan yang disusun Head of Indonesia Research and Strategy Henry Wibowo bersama timnya, Arnanto Januri, Elaine Tanuwijaya, Alex Yao, dan Ranjan Sharma, volatilitas saham GOTO ini memantik setidaknya lima pertanyaan krusial yang sering diajukan investor.
Pertama, mengapa GOTO perlu mencari dana baru melalui penerbitan Obligasi Konversi senilai US$ 150 juta atau setara dengan Rp 3,2 triliun (kurs Rp 15.500/US$) dari International Finance Corporation (IFC), bagian dari Bank Dunia, dan melakukan Penawaran Umum Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu atau private placement (Non Pre-emptive Rights Issue)?
Kedua, bagaimana dampak peraturan E-Commerce yang baru yang dikeluarkan pemerintah melalui Permendag 31 tahun 2023 terhadap GOTO? Apakah bisnis Tokopedia, yang menjadi satu dari Unit Bisnis GOTO, diuntungkan atau dirugikan?
Ketiga, bagaimana lanskap persaingan bisnis E-Commerce pasca penghapusan Tiktok Shop dari aplikasi Tiktok baru-baru ini setelah terbit peraturan baru? Akankah Tiktok Shop membuat aplikasi baru dan segera muncul kembali di pasaran?
Keempat, bagaimana prospek pendapatan GOTO pada kuartal III-2023? Apakah target EBITDA yang disesuaikan (Adjusted EBITDA) menjadi positif di kuartal 4 akan sesuai dengan rencana atau gagal tercapai?
Kelima, bagaimana lanskap persaingan di segmen on-demand services (ODS) antara Gojek vs Grab? Hal ini mengingat harga saham GOTO͏ sudah turun 21% dan 23% dalam 2 bulan dan 1 bulan terakhir, sementara IHSG pada periode itu 0% alias stagnan. Saham GOTO kini memiliki kapitalisasi pasar US$ 5,2 miliar atau setara Rp 81 triliun dan nilai perusahaan US$ 3,4 miliar atau Rp 53 triliun, yang berarti valuasi sebesar 6,7 kali pada 2025E EV/EBITDA (estimasi).
Di sisi lain, JPMorgan mencatat, pada 13 Oktober lalu, Anggota Dewan Komisaris GOTO, William Tanuwijaya mengungkapkan dalam laporan BEI bahwa ia menjual 332,22 juta saham (senilai US$ 1,6 juta atau setara Rp 24,8 miliar, mewakili 0,03% dari total modal) dalam kurun waktu 9-13 Oktober (mengurangi kepemilikannya dari 1,77% menjadi 1,72%). Soal ini JPMorgan mengacu pada keterbukaan informasi bahwa penjualan ini lantaran kebutuhan pribadi yang mendesak, tidak terkait korporasi.
Dalam riset yang dipublikasikan 14 Oktober pekan lalu, JPMorgan menganalisis beberapa jawaban. Sebagai informasi, JPMorgan memberikan rekomendasi Overweight (kondisi saham diprediksi akan mengalami kenaikan melebihi saham lainnya dari sektor yang sama), dengan rekomendasi harga saham GOTO bisa mencapai Rp 135/saham dalam 12 bulan ke depan.
JPMorgan menjelaskan, bahwa untuk pertanyaan pertama, sekuritas global ini meyakini ada salah persepsi bahwa Non Preemptive Rights Issue (NPRI) dianggap sebagai biang keladi koreksi saham dan ada kerancuan antara harga pelaksanaan NPRI Rp 90/saham vs harga strike obligasi konversi Rp 135/saham yang akan dikonversi oleh IFC.
"Kami yakin investasi IFC di GOTO harus dilihat sebagai bentuk kepercayaan dan dan validasi atas keberhasilan inisiatif ESG GOTO dalam meningkatkan inklusi keuangan dan transisi energi ramah lingkungan," tulis Henry dan tim JPMorgan, dikutip Senin (16/10/2023).
Menurut JPMorgan, mereka percaya pendanaan tambahan US$ 150 juta, di luar kas bersih yang sudah ada sebesar US$ 1,7 miliar, akan semakin memperkuat neraca investasi atau peluang produk baru GOTO, khususnya di GTF. Dengan begitu, hal tersebut bukan dilihat sebagai pengeluaran lagi untuk subsidi demi bersaing.
Lebih lanjut, GOTO juga mengindikasikan bahwa harga NPRI sebesar Rp 90/saham ditetapkan untuk keperluan penataan convertible bond (CB)--harga itu diambil oleh Bhineka Holdings, dengan harga strike sebenarnya dari IFC adalah Rp 135/saham yang akan menjadi harga patokan.
Untuk pertanyaan berikutnya, JPMorgan yakin Permendag No.31/2023 akan berdampak positif bagi Tokopedia dan Shopee, karena Tiktok sudah resmi menghapus tombol E-Commerce Tiktok Shop dari aplikasinya.
"Meskipun demikian, kami melihat perusahaan-perusahaan lama memberikan insentif jangka pendek untuk merebut merchant-merchant Tiktok yang sudah ada, terutama dari Shopee, kami yakin persaingan akan menjadi rasional dalam jangka menengah dan meningkatkan jalur menuju profitabilitas bagi industri ini," tulis JPMorgan.
Akankah Tiktok Shop kembali lagi? JPMorgan menganalisis bahwa persoalan ini adalah soal mendasar, tapi mungkin butuh waktu beberapa bulan bagi mereka untuk membuat aplikasi baru dan mengajukan lisensi E-Commerce yang baru, kecuali jika TikTok melakukan merger dan akuisisi. "Kendati begitu, jika aplikasi E-Commerce dipisahkan dan tidak diperbolehkan memiliki hubungan langsung dengan platform media sosial, traffic tidak akan lebih unggul dari pemain lama yang sudah eksis."
Keempat, JPMorgan memperkirakan pertumbuhan nilai transaksi bruto (GTV) secara kuartalan (QoQ) sebesar satu digit untuk GOTO di kuartal III-2023, setelah mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut, dengan peningkatan berkelanjutan dari sisi EBITDA yang disesuaikan.
"Kami yakin pasar khawatir soal ini, apakah bisa tercapai [target EBITDA positif], mengingat semakin ketatnya persaingan E-Commerce di kuartal III-2023 dari Tiktok Shop saat masih ada, serta semakin ketatnya kompetisi dari Shopee. Menurut kami, hasil yang baik di kuartal II-2023 dapat menjadi katalis jangka pendek untuk mendorong harga saham."
Kelima, meskipun masih ada beberapa promosi diskon di seluruh platform pesan-antar makanan, termasuk model berlangganan baru di GoFood dan GrabFood, JPMorgan yakin lanskap persaingan sudah meningkat dalam 1-2 tahun terakhir.
Setidaknya ada lima pemain di segmen ini pada 2021-2022 (GoFood, GrabFood, ShopeeFood, Traveloka Eats, AirAsia Food) dan saat ini hanya dua pemain aktif, karena satu telah melakukan pengurangan besar-besaran dan dua lainnya sudah tidak beroperasi lagi.
"Secara terpisah, kami yakin lanskap persaingan dalam layanan ride-hailing tidak banyak berubah karena masih tetap sehat, terutama ketika membandingkan tarif dengan taksi lokal," tulis JPMorgan.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Beban Penjualan 2023 Susut 54%, Rugi Operasional GOTO Turun 66%