Rupiah Mulai Bangkit Pagi Ini, Semoga Tahan dari Guncangan

mae, CNBC Indonesia
Selasa, 10/10/2023 09:07 WIB
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah meningkatnya ketidakpastian global serta ekspektasi kenaikan suku bunga di AS.

Merujuk Refinitiv, rupiah ada di posisi Rp 15.660/US$1 di awal perdagangan hari ini, Selasa (10/10/2023) pukul 09:03 WIB. Mata uang Garuda menguat 0,16%.

Penguatan ini menjadi angin segar setelah pada perdagangan kemarin, rupiah ambruk 0,51% ke Rp 15.685/US$1. Posisi tersebut menjadi posisi terlemahnya sejak awal Desember 2022 atau 10 bulan terakhir.


Kendati menguat, pergerakan rupiah hari ini masih rawan pelemahan di tengah bayang-bayang konflik geopolitik di Timur Tengah serta ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).

Memanasnya konflik Israel vs Hamas memicu ketidakpastian global sehingga investor memilih investasi aman seperti dolar AS.

Selain perang, Senior Executive Vice President Treasury and International Banking BCA Branko Windoe mengatakan, setidaknya ada tiga penyebab rupiah terus tertekan saat ini.
Di antaranya adalah keluarnya investor asing, kembali defisitnya transaksi berjalan, dan ekspektasi kenaikan suku bunga.

Data Bank Indonesia berdasarkan transaksi 2-5 Oktober 2023 menunjukkan investor asing mencatat net outflow sebesar Rp 2,5 triliun di pasar keuangan Indonesia.

Faktor kedua, yang menjadi pemicu keluarnya aliran modal asing sehingga defisit transaksi berjalan kembali terjadi.

Transaksi berjalan Indonesia mencatat defisit sebesar 0,5% dari PDB atau US$ 1,9 miliar pada kuartal II-2023. Ini adalah defisit pertama sejak tujuh kuartal beruntun mencetak surplus. Pada kuartal I-2023 surplus transaksi berjalan US$ 3 miliar.

Menurut Branko adalah munculnya kondisi bear steepening. Kondisi itu merupakan saat kurva yield atau imbal hasil US Treasury Bond jangka panjang naik lebih cepat ketimbang tenor jangka pendek.

"Ini terutama karena didengung-dengungkan oleh the Fed bahwa kita ini sedang ada di di dalam proses higher for longer, di mana tadinya pasar punya stance akhir tahun ini akan terjadi resesi di Amerika and there for tingkat suku bunga di Amerika akan turun sehingga yield curvenya waktu itu inverted," ucap Branko dalam program Power Lunch CNBC Indonesia, dikutip Selasa (10/10/2023).

Faktor pemicu ketiga, Branko menjelaskan, adalah munculnya kemungkinan bahwa bank sentral AS, The Fed akan menempuh langkab kebijakan suku bunga acuan tinggi untuk jangka waktu lama atau yang dikenal dengan istilah higher for longer. Akibatnya, tingkat suku bunga acuan Fed Fund Rate akan lebih tinggi ketimbang suku bunga acuan bank sentral negara lain, termasuk Bank Indonesia.

Senada, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menambahkan, pelemahan rupiah terhadap dolar AS memang kini disebabkan kondisi eksternal yang tidak menentu, khususnya kebijakan suku bunga The Fed yang berpotensi masih akan tinggi demi menekan tren inflasi di AS yang sulit turun cepat.

Padahal, dari sisi domestik, Andry menilai kondisi perekonomian Indonesia terbilang baik, tercermin dari tingkat inflasi yang berhasil dikendalikan di level kisaran target Bank Indonesia, yakni 3% plus minus 1%, hingga geliat ekonomi RI masih terus bergerak tumbuh di kisaran 5%.


(mae/mae)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS