
Alert! Bursa Asia Rontok, Hang Seng Paling Parah

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka terkoreksi pada perdagangan Selasa (3/10/2023), jelang pengumuman keputusan suku bunga bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA).
Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang ambles 1,56%, Hang Seng Hong Kong ambruk 1,87%, Straits Times Singapura merosot 0,81%, dan ASX 200 Australia ambrol 1,46%.
Sementara untuk pasar saham China pada pekan ini libur dalam rangka Golden Week. Sedangkan untuk pasar saham Korea Selatan juga libur memperingati Hari Gaecheonjeol (Hari Kelahiran Bangsa).
Dari Australia, bank sentral (RBA) diperkirakan akan kembali menahan suku bunga acuannya pada hari ini. Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan RBA akan kembali menahan suku bunga acuannya di 4,1%.
Meski pelaku pasar memperkirakan RBA akan kembali menahan suku bunga acuannya, tetapi hal tersebut belum pasti dan bisa saja bank sentral Negeri Kanguru tersebut memberikan kejutan,
Hal ini karena tingkat inflasi Australia kembali meningkat, meningkatkan risiko yang harus dihadapi rumah tangga untuk menanggung kenaikan suku bunga lagi sebelum akhir tahun ini.
Dalam pertemuan suku bunga pertamanya di bawah gubernur baru, Michele Bullock, RBA akan mempertimbangkan kekuatan persaingan dari kenaikan tingkat inflasi di luar zona nyamannya dan serangkaian risiko yang muncul, termasuk akibat lesunya perekonomian di China, mitra dagang terbesar Australia.
RBA telah menaikkan suku bunga sebanyak 12 kali sejak Mei tahun lalu untuk memerangi tingginya inflasi dengan membuat pinjaman menjadi lebih mahal. Pasar memperkirakan adanya kemungkinan besar kenaikan suku bunga terakhir, yang bisa terjadi sebelum akhir tahun.
Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung berjatuhan terjadi di tengah bervariasinya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan kemarin.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,2%. Namun untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite ditutup menguat. S&P 500 naik tipis 0,01%, sedangkan Nasdaq menguat 0,67%.
Kebimbangan pasar terhadap prospek suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan kapan berakhirnya era suku bunga tinggi membuat Wall Street kembali bervariasi.
Gubernur The Fed, Michelle Bowman mengatakan dia tetap bersedia mendukung kenaikan suku bunga kebijakan bank sentral pada pertemuan mendatang jika data mendatang menunjukkan kemajuan inflasi terhenti atau berjalan terlalu lambat.
The Fed mengatakan pada bulan lalu bahwa mereka mungkin menaikkan suku bunga lagi karena kesulitan untuk membawa inflasi mendekati target tahunan di 2%.
Investor juga terus mencermati kenaikan imbal hasil (yield) Treasury. Kenaikan imbal hasil Treasury pada Senin kemarin terkait dengan perjanjian untuk mencegah penutupan sebagian pemerintah AS (government shutdown), yang mengurangi permintaan utang sebelum data pekerjaan utama minggu ini.
Selain itu, data ekonomi menunjukkan aktivitas pabrik AS menurun lebih lambat dari perkiraan pada bulan September, sementara belanja konstruksi AS meningkat pada bulan Agustus.
ISM mengatakan bahwa PMI manufaktur AS meningkat menjadi 49,0 bulan September 2023, angka tersebut tertinggi sejak November 2022, dari 47,6 pada bulan Agustus.
Namun, pada September menandai bulan ke-11 berturut-turut dimana PMI tetap berada di bawah 50, yang mengindikasikan adanya kontraksi di sektor manufaktur Negeri Paman Sam.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
