AS Masih Bawa Kabar Buruk, Waswas Rupiah Kembali Merana!
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah masih potensi bisa tersungkur di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) akibat ketidakpastian dari sikap hawkish bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) kembali mencuat.
Melansir data Refinitiv, pada perdagangan Senin (2/10/2023) rupiah ditutup di angka Rp15.525/US$, ambruk 0,49℅ secara harian. Posisi tersebut menjadi yang terlemah sejak 10 Januari 2023 atau sekitar sembilan bulan terakhir.
Mata uang Garuda yang masih merana di hadapan dolar AS disinyalir karena sinyal hawkish the Fed yang kembali di respon pasar. Pasalnya seputar data tenaga kerja AS masih cenderung kuat sementara hari ini, Selasa (3/10/2023) akan ada sejumlah pidato dari pejabat the Fed yang akan memberikan gambaran tentang potensi kebijakan suku bunga ke depan.
Diketahui, lowongan pekerjaan JOLTs di AS turun menjadi 8,827 juta yang disesuaikan secara musiman pada periode Juli 2023, dari 9,165 juta pada Juni 2023, menurut laporan Survei Pembukaan Pekerjaan dan Perputaran Tenaga Kerja Biro Statistik AS (BLS).
Data survei pembukaan pekerjaan dan perputaran tenaga kerja atau JOLTs pada Juli 2023 menunjukkan jumlah karyawan baru turun menjadi 5,773 juta dari 5,94 juta, jumlah karyawan yang keluar mendekati jumlah sebelum pandemi, turun menjadi 3,549 juta dari 3,802 juta, dan PHK naik tipis menjadi 1,555 juta dari 1,551 juta.
PHK pada dasarnya tidak berubah, yang menunjukkan hanya ada sedikit dampak dari semua PHK besar-besaran di bidang teknologi dan media pada akhir tahun lalu dan awal tahun ini.
Data mencerminkan jika ekonomi AS masih kencang. ISM mengatakan bahwa PMI manufaktur AS meningkat menjadi 49,0 bulan September 2023, angka tersebut tertinggi sejak November 2022, dari 47,6 pada bulan Agustus.
Namun, bulan September menandai bulan ke-11 berturut-turut dimana PMI tetap berada di bawah 50, yang mengindikasikan adanya kontraksi di sektor manufaktur.
Walaupun terkontraksi tetapi kenaikan PMI menunjukkan perbaikan pada sektor manufaktur yang membuat inflasi bisa sulit turun.
Masih membaiknya ekonomi AS inilah yang membuat pelaku pasar semakin yakin jika The Fed masih akan hawkish ke depan, Ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Fed membuat dolar AS dan imbal hasil US Treasury melonjak
Perangkat CME FedWatch menunjukkan bahwa 28,8,2% hasil survei menargetkan The Fed akan mengerek suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada Federal Open Market Committee (FOMC) November mendatang.
Sementara persentase lebih besar ditunjukkan pada FOMC Desember dengan angka 43,4% yang meyakini The Fed akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 bps.
Tekanan rupiah yang masih terjadi juga terjadi di saat capital outflow terjadi yang tercermin dari data transaksi BI pada 25 - 27 September 2023, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp7,77 triliun terdiri dari jual neto Rp7,86 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp2,07 triliun di pasar saham dan beli neto Rp2,16 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Sementara dari dalam negeri kemarin, Senin (2/10/2023) Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi September 2023 mencapai 0,19% secara bulanan (month to month/mtm). Sedangkan secara tahunan (year on year/yoy) inflasi mencapai 2,28%.
Hal tersebut nilainya masih lebih panas dibandingkan ekspektasi pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi yang proyeksi inflasi September 2023 sebesari 0,13% mom, sementara basis tahunan memperkirakan inflasi tumbuh 2,23℅ yoy.
Kendati tak sesuai ekspektasi pasar, tetapi masih inline dengan target Bank Indonesia (BI) dimana inflasi masih terjaga dalam rentang 2-4%.
Namun, aktivitas manufaktur Indonesia jeblok pada September 2023 dan berada di level terendah empat bulan terakhir. Pada periode September 2023, PMI manufaktur Indonesia tercatat di angka 52,3. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan pada Agustus 2023 yang tercatat di 53,9.
Meski melandai, PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 25 bulan terakhir.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
Teknikal Rupiah
Secara teknikal dalam basis waktu per jam, tren pergerakan rupiah terhadap dolar AS masih terus melemah, level psikologis Rp15.500/US$ kini sudah tertembus dan berubah menjadi support kuat jika rupiah bisa kembali berbalik arah menguat.
Pelaku pasar kini perlu mencermati resistance terdekat sebagai target pelemahan dalam jangka pendek di posisi Rp15.535/US$ yang merupakan high yang sempat diuji kemarin Senin (2/10/2023) atau posisi level psikologis selanjutnya pada Rp15.550/US$.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbal dari keputusan ters
(tsn/tsn)