
Bayang-bayang the Fed Masih Kerasa, Kuatkah Rupiah Hari Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah dalam melawan dolar Amerika Serikat (AS) tampaknya masih akan dibayang-bayangi sikap hawkish dari bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve ditambah berbagai sentimen yang bakal rilis pekan ini.
Melansir dari Refinitiv, nilai tukar rupiah pada pekan yang berakhir Jumat (22/9/2023) ditutup di posisi Rp15.370/US$, secara mingguan rupiah melemah 0,13%. Pada perdagangan akhir pekan lalu rupiah sempat terseret ke Rp15.410/US$ yang menjadi posisi pelemahan paling parah.
Pelemahan rupiah sepanjang minggu lalu terjadi sejalan dengan penguatan indeks dolar AS (DXY) yang naik ke angka 105,49. Posisi tersebut menjadi yang tertinggi sejak awal tahun ini.
Hal tersebut disinyalir karena respon kekecewaan pasar akibat sikap the Fed yang hawkish yang merupakan imbas dari target inflasi AS yang belum tercapai, sementara kondisi pasar tenaga kerja masih ketat, dan tingkat konsumsi masyarakat terus bertumbuh.
Padahal, pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang berlangsung pekan ini The Fed memang sudah menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50% sesuai ekspektasi pasar. Akan tetapi, The Fed mengisyaratkan mereka akan tetap hawkish dan membuka kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan.
Hasil rapat FOMC juga mengindikasikan jika kebijakan moneter yang ketat akan tetap berlanjut hingga 2024 dan akan memangkas suku bunga lebih sedikit dari indikasi sebelumnya.
Pada pekan ini investor masih akan melihat dampak lebih lanjut dari keputusan bank sentral AS tersebut yang diikuti dengan berbagai sentimen yang akan rilis dari negeri Paman Sam.
Pada Selasa (26/9/2023) investor patut mencermati pidato pejabat The Fed yang akan membawa sinyal-sinyal pentung terkait suku bunga. Pada hari yang sama, AS akan merilis data terkait penjualan rumah, indeks harga rumah, Indeks keyakinan konsumen (IKK), jumlah penjualan rumah baru, serta ada pula indeks manufaktur AS. data-data ini tentu penting untuk melihat bagaimana perekonomian AS.
Kemudian jelang akhir pekan depan, pada Kamis (28/9/2023) AS akan merilis data pertumbuhan ekonomi final untuk Q2-2023. Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada kuartal II-2023 tercatat sebesar 2,1% secara tahunan dalam estimasi kedua yang dirilis Biro Analisis Ekonomi AS. Pertumbuhan tersebut naik dari 2% pada kuartal sebelumnya. Namun, pertumbuhan 2,1% itu lebih rendah dari estimasi pertama sebesar 2,4%.
Pada hari yang sama, ada pula data penting terkait Inflasi inti PCE, klaim pengangguran awal, klaim pengangguran rata-rata 4 minggu, serta klaim pengangguran berkelanjutan. Ini tentunya penting untuk melihat seberapa tertekan ekonomi AS. Di akhir pekan akan ada pidato Powell yang akan memberikan sinyal suku bunga.
Beralih ke dalam negeri ada beberapa hal yang bakal mewarnai pergerakan rupiah yakni data likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) untuk Agustus 2023 yang akan rilis hari ini, Senin (25/9/2023).
Posisi M2 pada Juli 2023 tercatat sebesar Rp8.350,5 triliun atau tumbuh 6,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 6,1% (yoy). Perkembangan tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan uang kuasi sebesar 9,4% (yoy).
Tak hanya itu, ada kabar baik kabar baik dari rilis Asian Development Bank (ADB) pada Rabu (20/9/2023) lalu tentang proyeksi ekonomi di Tanah Air.
ADB memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5% pada 2023 dan tahun 2024 mendatang. Outlook September ini merevisi laporan pada April sebelumnya yang meramal ekonomi Indonesia tumbuh lebih rendah yakni tumbuh 4,8% pada 2023. Kendati demikian, tahun 2024 pertumbuhan ekonomi di ramal masih tak berubah yakni 5%.
Inflasi yang rendah serta kencangnya konsumsi rumah tangga menjadi alasan ADB merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Indonesia. ADB juga melihat sektor jasa dan pariwisata Indonesia sudah berjalan mendekati era pra-pandemi.
Proyeksi pertumbuhan yang lebih baik pada tahun ini tentu saja menjadi kabar gembira buat Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menargetkan pertumbuhan di atas 5% pada tahun ini.
Sebagai catatan, ekonomi Indonesia tumbuh 5,17% pada kuartal II-2023. Pertumbuhan tersebut adalah yang tertinggi sejak kuartal III-2022 atau tiga kuartal terakhir. ADB memperkirakan inflasi Indonesia akan mencapai 3,8% pada 2023, lebih rendah dibandingkan proyeksi pada April yakni 4,5%. Proyeksi inflasi tahun depan direvisi menjadi 3,6% dari 4,2% pada proyeksi sebelumnya.
Teknikal Rupiah
Pergerakan rupiah secara teknikal dalam basis waktu per jam masih dalam tren sideways dengan posisi saat ini berada di support kuat Rp15.370 yang bertepatan dengan garis rata-rata selama 100 jam atau moving average 100 (MA100) dan horizontal line dari low candle 21 September 2023.
Apabila posisi tersebut bisa ditembus ke bawah, maka penguatan masih potensi terjadi ke support selanjutnya pada posisi Rp15.350/US$. Nilai ini diambil dari level psikologis yang juga berdekatan dengan horizontal line dari low candle 14 September 2023 dan garis rata-rata 200 jam (MA200).
Kendati begitu, tetap perlu diwaspadai karena level psikologis Rp15.400/US$ juga masih bisa disentuh jika rupiah kembali melemah. Posisi tersebut juga berdekatan dengan horizontal line dari high yang disentuh kemarin, Kamis (21/9/2023).
![]() Pergerakan rupiah melawan dolar AS |
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbal dari keputusan tersebut.
(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Breaking News! Rupiah Perkasa, Dolar Jatuh ke Bawah Rp 15.000
