
Bos OJK Sepakat dengan Stiglitz: The Fed Salah

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Ketua Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara sepakat dengan Ekonom Amerika Serikat (AS) Joseph Stiglitz yang menilai bank sentral AS, Federal Reserves (The Fed) salah diagnosa penyebab inflasi negara itu.
Kesalahan diagnosa terhadap inflasi itu membuat The Fed terus menaikkan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) secara cepat dan bertengger di level yang tinggi untuk jangka waktu panjang. Tujuannya untuk meredam permintaan agregat.
Seperti diketahui, The Fed telah menaikkan suku bunga acuan sebesar sebanyak 11 kali dengan total kenaikan sebesar 525 bps sejak Maret 2022. Suku bunga di level 5,25%-5,5% saat ini adalah yang tertinggi sejak 2001 atau 22 tahun terakhir.
Mirza menjelaskan, suku bunga acuan The Fed sebelum pandemi Covid-19 di level sekitar 3,25%-3,5%. Kemudian pada saat pandemi melanda, suku bunga acuan itu turun sampai level 0,25%.
Pada saat pandemi mereda, ekonomi AS pun mulai bangkit. Namun perang Rusia dan Ukraina membuat harga komoditas naik dan menyebabkan inflasi di berbagai belahan dunia termasuk di AS naik, bahkan hingga 9%.
"Nah, berusaha mengalahkan inflasi ini dengan cara menaikkan suku bunga yang dari 0,25%, sekarang Amerika sudah 5,5%," ujar Mirza pada Money Talks CNBC Indonesia, Selasa (12/9/2023).
"Kalau ditanya, loh ini kalau mau dinaikin lagi, bisa tahan nggak ekonomi Amerika?"
Seperti diketahui, Ketua The Fed Jerome Powell telah mengisyarakatkan pihaknya 'siap' menaikkan suku bunga acuan lebih lanjujt apabila diperlukan. Meskipun inflasi Negeri Paman Sam itu telah menurun, Powell menilai masih terlalu tinggi.
Adapun inflasi AS sejak 2021 telah mengalami tren penurunan, hanya saja pada Juli lalu sempat terjadi kenaikan 3,2% secara tahunan atau year-on-year (yoy) dari bulan sebelumnya yang naik 3,0% yoy. Kendati begitu, nilai inflasi inti kembali melandai ke 4,70% yoy dari bulan sebelumnya yang tumbuh 4,80% yoy.
Mirza pun menilai perekonomian AS sudah relatif kuat.
"Saya sih cenderung, ada setujunya juga dengan Stiglitz. Bahwa bunga dari 3,5% turun ke 0,25% sekarang sudah di 5,5%, masih mau dinaikkin lagi? Apa benar, ekonomi Amerika dan orang-orang yang tidak terlalu kaya di Amerika yang punya mortgage dan sebagainya, sanggup dengan bunga yang naik tiba-tiba dalam waktu dua tahun ini?" kata mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) itu.
Ia menilai The Fed terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuannya. Hal ini menyebabkan negara-negara lain termasuk Indonesia susah untuk menurunkan suku bunga acuannya. Terlebih, ia menyebut Indonesia punya surplus dari impor atas harga komoditi yang baik.
Seperti diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 23-24 Agustus 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mirza Adityaswara Beberkan Jurus OJK Kawal Industri Keuangan
