Penjualan Ritel RI Melambat, Rupiah Jalan Ditempat

Revo M, CNBC Indonesia
11 September 2023 15:19
Ilustrasi Dollar Rupiah
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah stagnan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah penjualan ritel Indonesia melambat dan sentimen negatif dari AS serta China.

Merujuk dari Refinitiv, rupiah ditutup stagnan 0,00% terhadap dolar AS di angka Rp15.320/US$ pada hari Senin (11/9/2023). Posisi stagnan ini terjadi sejak Jumat (8/9/2023).

Namun demikian, justru indeks dolar AS (DXY) mengalami depresiasi di angka 104,63 atau dengan kata lain mematahkan tren penguatan yang terjadi sejak 31 Agustus 2023.

Pagi hari ini telah dirilis data penjualan ritel di Indonesia yang meningkat sebesar 1,6% (year on year/yoy) pada bulan Juli 2023, melambat signifikakn dari kenaikan paling tajam tahun ini, sebesar 7,9% pada Juni. Hal ini sekaligus menunjukkan pertumbuhan selama dua bulan berturut-turut.

Sementara itu secara bulanan, penjualan ritel turun 8,8% di bulan Juli, penurunan paling tajam sejak Juni 2022, setelah turun 0,3% di bulan Juni, terutama dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mengalami kontraksi, serta kelompok bahan bakar kendaraan bermotor yang tumbuh melambat sejalan dengan normalisasi aktivitas masyarakat setelah periode liburan sekolah dan cuti bersama Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Iduladha 1444 H.

Penurunan penjualan ritel ini mengindikasikan lemahnya tingkat konsumsi masyarakat dan berpotensi melemahkan perekonomian Indonesia ke depannya.

Selain itu, cadangan devisa (cadev) Indonesia yang mengalami penurunan juga memberikan dampak negatif bagi pasar keuangan Indonesia. Sebagai catatan, Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa cadev per Agustus tercatat US$137,1 miliar atau turun US$0,6 miliar dibandingkan periode sebelumnya.

Selain dari faktor internal, terdapat pula faktor eksternal yang datang dari AS dan China.

Dari AS tercatat pekan ini akan dirilis data inflasi periode Agustus 2023. Melansir data Trading Economic, inflasi umum diperkirakan akan melonjak ke 3,6% yoy dari bulan sebelumnya sebesar 3,2% yoy.

Bila inflasi mengalami kenaikan bahkan jika di atas ekspektasi pasar maka pasar keuangan Tanah Air rawan mengalami capital outflow karena investor diprediksi menarik dana dari Emerging Market dan mengalihkannya ke aset berdenominasi dolar AS.

Sedangkan dari China, terpantau indeks harga konsumen keluar dari zona deflasi namun masih tergolong rendah. Pada Sabtu (9/9/2023), China terpantau sudah merilis inflasi untuk periode Agustus 2023 yang hasilnya hanya naik tipis 0,1% yoy, meleset dari konsensus pasar yang proyeksi bisa mencapai 0,2% yoy.

Sedangkan pekan lalu, Sang Naga Asia melaporkan ekspor mereka kembali terkontraksi 8,8% (yoy) menjadi US$ 284,9 miliar pada Agustus 2023 sementara impor mereka terkoreksi sebesar 7,3% (yoy) menjadi US$ 216, 51 miliar. Artinya, ekspor sudah terkoreksi selama empat bulan beruntun sementara impor terkontraksi selama enam bulan beruntun.

Lesunya ekonomi Tiongkok juga semakin diperparah dengan kebijakan larangan penggunaan iPhone. Beijing kini memperluas larangan penggunaan iPhone tidak hanya kepada pegawai pemerintah pusat tetapi juga pegawai BUMN serta lembaga. Pelarangan ini dibuat menjelang gelaran akbar Apple pekan depan. Raksasa Cupertino itu hendak meluncurkan seri iPhone 15 teranyar.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Breaking! Rupiah Dibuka Ambruk Hingga 0,63%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular