Market Commentary

Top! IHSG Rebound Ke Zona Hijau, 4 Saham Ini Pendorongnya

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
11 September 2023 12:23
Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau menguat pada perdagangan sesi I Senin (11/9/2023), di tengah sikap investor yang menanti rilis beberapa data ekonomi penting di global dan dalam negeri pada pekan ini.

Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG menguat 0,19% ke posisi 6.937,91. IHSG masih belum mampu untuk menembus level psikologis 7.000 pada hari ini.

Secara sektoral, sektor kesehatan, konsumer non-primer, dan industri menjadi penopang IHSG di sesi I hari ini. Sektor kesehatan menopang IHSG hingga 3,51%, sedangkan sektor konsumer non-primer sebesar 1,35%, dan sektor industri sebesar 0,91%.

Selain itu, beberapa saham juga turut menjadi penopang IHSG. Berikut saham-saham yang menopang IHSG di sesi I hari ini.

EmitenKode SahamIndeks PoinHarga TerakhirPerubahan Harga
Kalbe FarmaKLBF5,861.8356,69%
Chandra Asri PetrochemicalTPIA2,042.0603,00%
Sumber Alfaria TrijayaAMRT1,992.9101,39%
Barito PacificBRPT1,041.1551,32%

Sumber: Refinitiv

Sejalan dengan sektor kesehatan yang menjadi penopang terbesar IHSG pada sesi I hari ini, saham emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menjadi saham penopang terbesar IHSG yakni mencapai 5,8 indeks poin.

IHSG berhasil menguat setelah pada perdagangan akhir pekan lalu ditutup di zona merah. Meski kembali menguat, tetapi IHSG masih belum mampu menyentuh level psikologis 7.000.

IHSG menguat di tengah sikap investor yang menanti rilis beberapa data ekonomi penting di global pada pekan ini. Dari global, data inflasi Amerika Serikat (AS) periode Agustus 2023 akan dirilis pada pekan ini, yakni pada Rabu waktu setempat.

Konsensus pasar dalam Trading Economic memperkirakan inflasi konsumen (consumer price index/CPI) diperkirakan akan melonjak ke 3,6% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus 2023, dari bulan sebelumnya sebesar 3,2% (yoy).

Apabila inflasi CPI naik sesuai perkiraan, ini bakal menjadi kenaikan kedua yang terjadi setelah mencapai titik terendah 3% (yoy) pada Juni lalu.

Sementara dari CPI inti Negeri Paman Sam diperkirakan akan melandai ke 4,3% (yoy) pada bulan lalu, dibandingkan bulan sebelumnya yakni Juli 2023 sebesar 4,7% (yoy).

Kendati melandai, secara keseluruhan nilai inflasi konsumen masih jauh dari target The Fed di sekitar 2%.

Target inflasi tersebut nampaknya masih sulit untuk dicapai The Fed tahun ini, mengingat harga minyak mentah global yang masih lanjut naik akibat supply minyak yang ketat dan membuat harganya kembali meninggi.

Selama sebulan terakhir hingga perdagangan yang berakhir 8 September 2023, harga minyak jenis Brent melesat 3,87% ke US$ 90,2 per barel, sementara harga minyak jenis light sweet West Texas Intermediate (WTI) melonjak 4,31% ke US$ 87,2 per barel.

Pada pagi hari ini saja, harga minyak kembali menguat. Harga Brent menguat 0,02% ke posisi US$ 90,65 per barel. Namun harga WTI dibuka terkoreksi 0,13% di posisi US$ 87,4 per barel.

Kenaikan harga minyak terjadi karena ketatnya pasokan yang terjadi akibat Arab Saudi, salah satu negara produsen minyak terbesar dunia yang tergabung dalam OPEC+ menyatakan akan melanjutkan pemangkasan produksi sekitar 1 juta barel per hari hingga akhir 2023.

Tak hanya itu, Rusia juga bakal memangkas sekitar 300.000 barel per hari hingga periode yang sama.

Pasokan ketat juga masih diwarnai kekhawatiran dari sisi permintaan, mengingat sikap bank sentral yang masih akan mengetatkan kebijakan dan kondisi ekonomi China masih lesu.

Di lain sisi, investor di dalam negeri juga menanti rilis data neraca perdagangan RI pada periode Agustus 2023.

Secara nominal, neraca dagang diperkirakan masih bisa surplus karena nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan impor. Akan tetapi, secara pertumbuhan ekspor dan impor masih terkontraksi, bahkan penyusutan telah terjadi sejak awal 2023 hingga Juli.

Perlu dicermati apabila data penyusutan ekspor - impor yang potensi masih bisa terkoreksi karena ini akan mempengaruhi tren neraca dagang yang makin turun serta potensi cadangan devisa yang bisa didapatkan dari aktivitas ekspor.

Sebaliknya, jika ada perbaikan dari neraca dagang ini bisa menjadi pemanis di pasar pada akhir pekan ini di tengah ketidakpastian yang makin meningkat.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dua Hari di Zona Merah, IHSG Kembali Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular