
Rupiah Makin Perkasa, Semoga Dolar Segera Terdepak ke 15.100

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca rilis data lapangan kerja AS menunjukkan hasil yang jauh di bawah ekspektasi pasar serta optimisme bos Bank Indonesia (BI)
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,13% terhadap dolar AS di angka Rp15.235/US$ pada hari Rabu (30/8/2023). Penguatan rupiah terhadap dolar AS ini memperpanjang tren apresiasi sejak Senin pekan ini. Posisi penutupan ini mendekatkan rupiah ke level Rp 15.100 per US$1. Terakhir kali rupiah berada di level Rp 15.100 adalah pada 10 Agustus lalu.
Posisi ini juga menjadi yang terkuat sejak 11 Agustus 2023 atau 13 hari perdagangan terakhir.
Penguatan rupiah hari ini tak lepas dari faktor domestik dan eksternal, khususnya AS. Yang menarik, rupiah tetap melaju kencang meski indeks dolar menguat. Dalam catatan Refinitiv, indeks dolar ada di posisi 103,69 atau jauh lebih kuat dibandingkan kemarin yakni 103,53. Pergerakan ini tak biasa mengingat rupiah biasanya langsung keok saat indeks dolar menguat.
Dari dalam negeri, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan optimisme terhadap proyeksi ekonomi Indonesia hingga tahun depan.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan Rp14.800-15.200 pada tahun ini sedangkan pada tahun depan mengalami penguatan dibandingkan tahun ini yakni menjadi Rp14.600 - 15.100.
Penguatan rupiah ditopang oleh proyeksi Inflasi yang tetap terkendali sesuai target bank sentral juga serta prospek pertumbuhan ekonomi yang tetap positif yaitu 4,7-5,5%.
"Kami perkirakan nilai tukar rupiah tahun ini di kisaran Rp14.800-15.200 dan tahun depan menguat 14.600-15.100," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (29/8/2023).
Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah pun akan meningkat sejalan dengan implementasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dimana eksportir wajib menempatkan dolar AS ke dalam negeri dalam jangka waktu tertentu. Dengan begitu, cadangan devisa ditargetkan bisa naik US$ 8 - 9 miliar per bulan.
Beralih ke AS, Job Openings and Labor Turnover Summary (JOLTS) yang mengukur jumlah lapangan pekerjaan baru di luar sektor pertanian AS selama kurun waktu sebulan tercatat mengalami penurunan yang jauh di bawah ekspektasi.
Jumlah lapangan pekerjaan baru JOLTS turun 338.000 menjadi 8,83 juta pada Juli 2023. Jumlah tersebut adalah yang terendah sejak Maret 2021 dan di bawah ekspektasi pasar sebesar 9,47 juta.
Penurunan pada Juli juga memperpanjang tren negatif karena JOLTS opening kini sudah turun menjadi tiga bulan beruntun.
Pembukaan jumlah tenaga kerja yang berkurang bisa menjadi sinyal jika pasar tenaga kerja AS mulai mendingin dan ekonomi AS melambat sehingga ada harapan inflasi melandai dan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) pun melunak.
Ekspektasi ini ikut menguatkan rupiah karena jika The Fed melunak maka dolar AS berpotensi dilepas banyak investor sehingga melemah.
"Laporan ini mendukung perkiraan kami bahwa Bank Sentral AS (The Fed) telah mencapai tingkat kebijakan terminal, dan kami memperkirakan laporan ketenagakerjaan pada hari Jumat akan memberikan bukti lebih lanjut mengenai pelonggaran di pasar tenaga kerja," menurut Matthew Martin dari Oxford Economics, dilansir Financial Times (28/8/2023).
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer