
Likuiditas Kuat, BRI Pede Genjot Kredit

Jakarta, CNBC Indonesia — Likuiditas perbankan di Indonesia mulai menunjukkan tren yang menurun. Kendati demikian saat ini secara industri, likuiditas bank masih cukup.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) pada Januari 2023 sebesar 29,13%. Per Juni 2023, rasio AL/DPK turun 240 basis poin (bps) menjadi 26,73%.
Dalam kondisi tersebut, bank pelat merah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) atau BRI masih berkomitmen untuk mengejar target pertumbuhan kredit sesuai corporate guidance, yakni 10%-12% pada akhir tahun ini.
Hal tersebut seiring dengan ruang likuiditas bank yang masih mumpuni. Rasio penyaluran kredit terhadap total dana yang diterima alias loan to deposit ratio (LDR) bank per semester I-2023 berada di level 87,83%, di bawah level optimal yakni 90-92%.
Hal ini menunjukkan bahwa likuiditas BRI masih sangat memadai di tengah likuiditas industri perbankan yang mengetat. Maka dalam situasi ini, penting bagi BRI untuk menumbuhkan penyaluran kredit dengan prudent dan dibarengi dengan pengelolaan dana pihak ketiga (DPK).
"Saya kira yang paling penting adalah dalam situasi yang butuh pertumbuhan tetapi likuiditasnya ketat maka kita harus optimal, betul-betul optimal menggunakan likuiditas itu sendiri. Caranya gimana? Itu yang kita sebut just right liquidity, tidak berlebihan tapi juga tidak kekurangan," jelas Sunarso saat paparan kinerja BRI semester I-2023, Rabu (30/8/2023).
Ia mengungkapkan saat ini pihaknya belum memerlukan strategi jangka pendek untuk mencari sumber pendanaan lain. Bank masih mengandalkan sumber utama, yakni dana murah atau current account savings account (CASA).
Kemudian, sumber yang kedua berasal dari dana mahal yakni deposito atau non-CASA. Sunarso menyebut jika pendanaan dari CASA dan deposito tidak cukup, BRI masih memiliki alat-alat likuid yang bisa dijual, yakni berupa treasury asset.
Dalam hal ini, ia mengatakan bank belum menjual treasury asset secara besar-besaran karena LDR bank baru mencapai tingkat 87,83% di bawah tingkat optimal. Maka dari itu, pihaknya saat ini lebih mengupayakan pertumbuhan kredit.
"Lebih penting sekarang mendorong pertumbuhan kredit untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, daripada kita joran-joran untuk mencari dana mahal sebenarnya. Karena memang LDR-nya baru 87%. Sebenarnya kita mesti dorong sampai ke 90-92%," jelas Sunarso.
Bila sudah "kepepet", ia mengatakan strategi yang dilakukan adalah menguasai ekosistem. Sunarso berpendapat, dalam keadaan likuiditas ketat, jangan sampai ada duit yang "nganggur". Sehingga, BRI harus mendorong perputaran uang supaya dapat berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi nasional.
"Maka kalau begitu, duit akan mengalir, mengalir dimana? Mengalir dalam ekosistem di zaman digital ini semuanya serba digital maka sebenarnya duit akan mengalir dalam ekosistem dan yang mengalirkan ekosistem dengan efisien adalah transaksi-transaksi secara digital," pungkas Sunarso.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BRI Salurkan Kredit Rp 1.202,13 T Pada Semester I 2023