Mampukah Senjata Baru BI Topang Penguatan Rupiah?
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali menguat tipis pasca Bank Indonesia (BI) mengeluarkan instrumen baru tetapi dari eksternal masih menghadapi ketidakpastian.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,03% terhadap dolar AS di angka Rp15.285/US$ pada Senin (28/8/2023). Kondisi ini berbanding terbalik dengan penutupan Jumat lalu yang melemah 0,33% di posisi Rp15.290/US$ meskipun di tengah perdagangan sempat melemah hingga Rp15.298/US$.
Penguatan rupiah kemarin disinyalir berkat senjata baru BI yaitu Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).yang ditujukan untuk menarik dana asing ke dalam negeri. Instrumen ini adalah instrumen pro-market dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang, mendukung upaya menarik aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio, serta untuk optimalisasi aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan instrumen ini disebut sekuritas karena ini sekuritisasi dari SBN yang dimiliki BI.
"BI punya SBN lebih dari Rp 1.000 triliun, kita sekuritisasi kita jadikan underlying, kita terbitkan SRBI ini dengan tenor jangka pendek sampai dengan 12 bulan. Yang mau kita terbitkan yang mana 6, 9 dan 12," kata Perry dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (24/8/2023)
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro berpandangan SRBI akan memberikan dampak positif terhadap pasar keuangan, khususnya menjaga stabilitas rupiah. Sebelumnya Andry memperkirakan dolar AS bisa di bawah Rp15.000 hingga 2024.
Kendati demikian, pasar keuangan masih akan menghadapi beberapa ketidakpastian dari eksternal.
Pelaku pasar hari ini akan menunggu data penting dari AS yakni pembukaan lapangan kerja JOLTS yanga akan mengukur berapa banyak lowongan pekerjaan yang terbuka pada periode akhir Juli 2023. Pasar berekspektasi jumlah lapangan kerja baru yang akan tercipta akan turun menjadi 9,465 juta, dari 9, 58 juta pada Juni 2023.
Jika lapangan kerja yang tercipta lebih besar maka harapan pelaku pasar melihat The Fed melunak bisa menjauh.
Investor juga mengamati indeks pengeluaran konsumsi pribadi AS yang akan dirilis pada Kamis, diikuti oleh data penggajian non-pertanian baru serta angka pengangguran pada Jumat pagi.
Jerome Powell yakin akan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi di AS, ketika ia menyebutkan belanja konsumen yang "sangat kuat" dan tanda-tanda awal pemulihan di pasar perumahan.
Dia menegaskan kembali komitmen The Fed untuk menurunkan inflasi kembali ke target 2%.
"Perekonomian mungkin tidak melambat seperti yang diharapkan. Sepanjang tahun ini, pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) telah melampaui ekspektasi dan melampaui tren jangka panjang, dan data belanja konsumen baru-baru ini sangat kuat," kata Powell.
Teknikal Rupiah
Secara teknikal dalam basis waktu per jam, rupiah masih bergerak sideways, akan tetapi mulai mendekati support terdekat di Rp15.280/US$ yang bertepatan dengan garis rata-rata selama 200 jam atau moving average 200 (MA200). Posisi ini menjadi target terdekat penguatan rupiah.
Kendati demikian, tetap perlu diantisipasi adanya pembalikan arah ketika harga mulai menguji support, bisa dengan mencermati resistance terdekat dari level psikologis Rp15.300/US$ sebagai target pelemahan rupiah terdekat.
(tsn/tsn)