Evergrande China Bangkrut, Efek ke RI Gimana? Ini Analisanya!

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
Rabu, 23/08/2023 12:35 WIB
Foto: REUTERS/TYRONE SIU

Jakarta,CNBC Indonesia - Sektor properti China sedang sempoyongan dihantam krisis kebangkrutan Evergrande. Sejumlah pihak pun memperingati dampak lanjutan krisis ini ke Indonesia.

Menilik pada kasus awalnya di 2021, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menilai, eksposur kebangkrutan Evergrande tidak akan sebesar Lehman Brothers pada 2008 lalu. Namun, Indonesia perlu mewaspadai potensi spill over yang bermuara ke pelemahan ekspor, ekuitas hingga rupiah.

Sebagai informasi, Raksasa properti asal Chinaa tersebut mengalami gagal bayar sebesar US$340 miliar atau sebesar Rp 4.400 triliun pada tahun 2021 lalu. Buntutnya, pada Jumat, (18/8/2023), Evergrande mengumumkan kebangkrutannya.


Di sektor ekonomi, China akan mengalami penurunan pertumbuhan buntut kasus gagal bayarnya ini. Hal ini bisa mendorong pelemahan harga komoditas dan berimbas pada terhambatnya pertumbuhan Indonesia.

"China adalah konsumer terbesar komoditi Indonesia. Itu bisa berpengaruh ke harga komoditas Indonesia. jadi berpengaruh ke potensi ekspor ke China," jelas Andry dalam Mandiri economic Outlook, pada Selasa, (22/8/2023).

Namun, sisi positifnya, China disebut akan mempertahankan investasinya ke luar negeri karena berkurangnya permintaan domestik.

Di sektor perbankan, lini bisnis subsider yang bersinggungan langsung ke Evergrande juga akan terkena dampaknya. Namun, risiko ini sangat kecil mengingat exposure Evergrande ke total sektor perbankan sebanyak 0,2-0,3%.

Andry pun mengatakan bahwa hal ini tidak akan terlalu memengaruhi minat perbankan untuk mengucurkan kredit properti Indonesia. Pasalnya, perbankan China selama ini cenderung memberi properti di segmen tinggi, diatas Rp1 miliar.

"Contohnya, masih kasih ke landed house, dari pada apartemen dan coworking space. Maka, tidak akan terimplikasi ke bank dan properti di Indonesia.

Setali tiga uang, Head of Industry & Regional Research Bank Mandiri Dendi Raamdani menegaskan bahwa sektor properti di Indonesia tidak seperti China yang dibuat untuk investasi.

Sejak 2015, properti di Indonesia telah banyak diperuntukkan untuk tempat tinggal. Sementara investasinya mulai ditinggalkan karena hanya memberi return yang rendah.

"Karena properti di indonesia sejak 2015 buukan barang investasi karena returnnya rendah, cuma 2-3% saja. Jadi bukan instrumen investasi yang menarik," ujarnya.


(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pasar Tertekan, Posisi RI dalam Gejolak Global Jadi Perhatian