WFH Buat Kendalikan Polusi, Pertumbuhan Ekonomi Aman Gak Nih?

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
23 August 2023 09:05
Kepadatan arus lalu lintas kendaraan mobil dan motor di Jl. Lebak Bulus, Jakarta Selatan. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Kepadatan arus lalu lintas kendaraan mobil dan motor di Jl. Lebak Bulus, Jakarta Selatan. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Polusi di Jakarta semakin mengkhawatirkan. Presiden Joko Widodo sempat mengimbau perusahaan-perusahaan di Jakarta menerapkan hybrid working atau mengatur jadwal karyawan yang kerja di kantor (WFO) dan kerja dari rumah (WFH).

Akan tetapi, mengigat penerapan WFH saat pandemi Covid-19, ada dampak ekonomi yang membayangi gagasan tersebut. 

Diketahui, Pemda DKI Jakarta yang bakal menerapkan WFH untuk mengendalikan polusi pertama kali. Gagasan hybrid working dibahas dalam Rapat Terbatas mengenai Peningkatan Kualitas Udara Kawasan Jabodetabek di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (14/8/2023).

"Jika diperlukan kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan hybrid working. Work from office, work from home (WFH), mungkin saya nggak tahu nanti dari kesepakatan rapat terbatas ini apakah 75%-25% atau angka lain," kata Jokowi saat membuka rapat.

Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono pun mengatakan kebijakan WFH bisa saja berdampak pada perekonomian meski tidak dalam jumlah besar.

Bila berkaca pada masa pandemi awal 2020, dua hal yang terdampak kebijakan WFH adalah belanja masyarakat yang tuurun, dan perubahan pola konsumsi, misalnya masyarakat cenderung mengurangi belanja mobiiltas dan fashion.

"Tapi ada belanja yang juga naik satu belanja hobi, meningkat dan belanja internet telekomunikasi dan juga terkait dengan Digital computer. Jadi ketika WFH ada perubahan komposisi dan belanja," ungkapnya dalam Mandiri Economic Outlook, Selasa (22/8/2023).

Namun, bila melihat kebijakan WFH dalam rangka mengurangi polusi kali ini, Teguh menilai dampaknya tidak akan besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini mengingat kebijakan tersebut tidak dilakukan secara masif seperti saat pandemi Covid-19.

Bahkan, sejauh ini kebijakan tersebut hanya diterapkan di DKI Jakarta dan terbatas hanya untuk Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Jadi WFH tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya, sehingga dampak ke PDB mungkin akan terbatas," kata Teguh.

Waspada El Nino

Di samping polusi, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menyebut Indonesia wajib mewaspadai perubahan iklim dan cuaca yang disebabkan El nino. Fenomena ini diklaim bisa memengaruhi produksi pangan Tanah Air.

"Di sisi lain, permintaan sedang mengalami rebound pascapandemi. Ini akan memberi tekanan (pada sektor pangan). Rata-rata akan berpengaruh ke biaya input petani," kata Andry.

Mengingat, sepanjang tahun 2015-2016 pemerintah melakukan kebijakan impor yang lebih responsif untuk mengantisipasi dampak El nino dan La nina.

"Pemerintah melakukan impor beras seperti yang tahun 2023 ini sudah ada estimasinya dua juta ton, tumbuh 365 persen YoY," papar Andry.

Berdasarkan studi literatur, ia mengungkapkan, setiap kenaikan suhu satu derajat celcius itu akan menurunkan produksi beras sebesar 5,7 persen, gandum minus 5 persen dan jagung minus 7,4 persen. Alhasil, jika El Nino terjadi akan menyebabkan produksi beras dalam negeri menurun tiga sampai dengan enam persen pada 2023.

Andry menilai, dampak El Nino kepada inflasi dan juga PDB masih moderat. Bahkan, belum memberikan dampak terhadap perhitungan PDB. Pohaknya masih memproyeksikan PDB Indonesia berada di kisaran 5,3% di akhir tahun 2023.


(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukti Terbaru Polusi Makin Cekik Warga DKI

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular