
Gak Bayar Upah Karyawan, Likuiditas Kimia Farma Bermasalah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten BUMN Farmasi, Kimia Farma (KAEF), kabarnya saat ini tengah mengalami kesulitan keuangan, dengan sejumlah karyawan mengungkapkan masih urung menerima jasa produksi tatkala perusahaan memamerkan kinerja keuangannya.
Dalam postingan Instagram yang komennya telah dihapus dan dimatikan, banyak pihak menyampaikan keluh kesahnya terkait pembayaran yang masih tidak diterima. Ironisnya, postingan tersebut membeberkan kinerja positif perusahaan, yang mana pendapatan naik 11,8% secara tahunan menjadi Rp 4,95 triliun dan laba bersih lompat 109% pada semester pertama tahun 2023
CNBC Indonesia pun telah berulang kali mencoba menghubungi Corporate Secretary Kimia Farma, Ganti Winarno Putro untuk mengkonfirmasi dan meminta tanggapan terkait hal ini. Namun, belum ada respon sampai saat berita ini ditulis.
Utang Jumbo, Operasional Suboptimal dan Likuiditas Terbatas
Hingga akhir Juni 2023, kas dan setara kas KAEF tercatat turun dari Rp 2,15 triliun pada akhir Desember 2022 dan tersisa Rp 833,78 miliar pada akhir Juni 2023. Artinya dalam kurun waktu enam bulan kas KAEF turun 61% atau berkurang Rp 1,32 triliun.
Mengutip laporan keuangan KAEF, porsi terbesar yang membebani kas perusahaan datang dari pembayaran utang bank jangka pendek yang nilainya mencapai Rp 4,34 triliun dalam enam bulan pertama tahun ini. Angka tersebut melonjak naik 124% secara tahunan (yoy) dari semula Rp 1,93 triliun pada semester pertama 2022.
Kondisi ini memperpanjang track record Kimia Farma yang dalam beberapa periode terakhir rutin mencatatkan free cash flow (FCF) negatif. Hal tersebut terjadi karena belanja modal perusahaan tercatat melambung dalam beberapa tahun terakhir.
![]() Free Cash Flow Kimia Farma. (Dok. Refinitiv) |
Ekspansi besar-besaran perusahaan nyatanya dilakukan karena disangga oleh utang untuk memperlancar modal kerja perusahaan. Mengutip data Refinitiv, dalam lima tahun sepanjang 2015 hingga 2019 utang perusahaan naik 25 kali lipat.
![]() Laba Kimia Farma. (Dok. Refinitiv) |
Meski utang tumbuh signifikan, operasional perusahaannya nyatanya hanya mengalami pertumbuhan moderat, dengan pertumbuhan pendapatan perusahaan dari 2015 hingga akhir tahun lalu tumbuh kurang dari 100%. Laba perusahaan juga ambles sejak mencatatkan rekor di 2018, hingga akhirnya untuk pertama kalinya pada 2022 perusahaan mencatatkan rugi bersih tahunan untuk pertama kali.
![]() Hutang Kimia Farma. (Dok. Refinitiv) |
Utang Jangka Pendek Menggelembung
Hingga Juni 2023 perusahaan melaporkan memiliki utang bank jangka pendek senilai Rp 5 triliun, naik signifikan dari posisi akhir tahun lalu dengan tingkat bunga per tahun berkisar 4% hingga 10%. Utang jangka pendek merupakan kewajiban yang harus dibayarkan dalam satu periode akuntansi atau dalam 12 bulan.
![]() Utang Bank Jangka Pendek Kimia Farma. (Dok. Lapkeu KAEF) |
Perusahaan tampaknya akan mengalami tantangan signifikan dalam melakukan pelunasan kewajibannya, mengingat kas perusahaan tercatat hanya Rp 833,78 miliar.
KAEF memang diketahui memiliki aset lancar Rp 8,60 triliun, yang artinya di atas kertas dapat memenuhi utang bank jangka pendek jumbo yang segera jatuh tempo.
Akan tetapi jenis aset lancar yang dimiliki perusahaan tampaknya dapat memberikan ancaman lebih lanjut terkait risiko pembayaran yang dialami perusahaan. Hal ini karena aset lancar perusahaan - selain kas dan setara kas - mayoritas terikat dalam persediaan atau inventori senilai Rp 3,71 triliun dan piutang usaha Rp 3,26 triliun, dengan hanya Rp 615 miliar kepada pihak berelasi.
Dalam laporan keuangannya, manajemen KAEF ikut mengungkapkan risiko likuiditas yang muncul akibat utang yang membengkak.
Manajemen KAEF mengungkapkan bahwa "Grup mengelola risiko likuiditas dengan pengawasan proyeksi dari arus kas aktual secara terus menerus serta pengawasan tanggal jatuh tempo dari liabilitas keuangan," tulis Laporan Keuangan KAEF.
"Jumlah liabilitas keuangan yang pembayarannya diharapkan dalam satu tahun sejak 30 Juni 2023 dan 31 Desember 2022 adalah sebesar Rp 7,88 triliun dan Rp 6,80 triliun sedangkan liabilitas keuangan yang pembayarannya diharapkan lebih dari satu tahun sejak 30 Juni 2023 dan 31 Desember 2022 adalah sebesar Rp 1,41 triliun dan Rp 2,83 triliun."
CNBC Indonesia menghubungi Corporate Secretary Kimia Farma, Ganti Winarno Putro untuk mengkonfirmasi dan meminta tanggapan terkait hal ini. Namun, pihaknya membantah dan mengaku selalu patuh terhadap seluruh regulasi, dan selalu menjalankan kewajibannya dalam memenuhi hak-hak karyawan yang meliputi gaji dan tunjangan lainnya.Â
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Habis Boncos, Kimia Farma Targetkan Laba Rp130 M di 2023
