
Menanti Data Neraca Pembayaran, Kuatkah Rupiah Hari Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) bakal menjadi katalis penggerak rupiah hari ini, walaupun pergerakan mata uang Garuda masih melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah meningkatnya ketidakpastian global.
Melansir Refinitiv, mata uang Garuda ditutup melemah 0,26% terhadap dolar AS di angka Rp15.320/US$ pada perdagangan Senin (21/8/2023). Rupiah kembali menyentuh level Rp15.300/US$ dan berbanding terbalik dengan penutupan perdagangan Jumat lalu yang berada di angka Rp15.280/US$
Bank Indonesia (BI) hari ini akan merilis laporan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II 2023 yang juga memuat data transaksi berjalan.
Sebagai catatan, NPI mencatat surplus US$ 6,5 miliar sementara transaksi berjalan surplus sebesar US$ 3,0 miliar atau 0,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I-2023.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan lalu, BI memperkirakan NPI yang positif diperkirakan berlanjut, didukung transaksi berjalan yang diperkirakan terjaga sehat dalam kisaran surplus 0,4% sampai dengan defisit 0,4% dari PDB pada 2023.
Pergerakan transaksi berjalan dan NPI akan sangat berdampak kepada nilai tukar rupiah. Pasalnya, NPI akan mencerminkan seberapa besar kekuatan ekspor serta arus modal asing yang masuk. Hal itu akan menentukan besaran pasokan dolar serta cadangan devisa yang akan memperkuat rupiah.
Data transaksi berjalan juga menjadi salah satu faktor fundamental dalam mengukur kesehatan ekonomi makro Indonesia. Jika transaksi berjalan dan NPI ambruk maka bukan tidak mungkin investor akan semakin meninggalkan pasar keuangan Tanah Air karena menilai Indonesia kurang menarik.
Di sisi lain, pelemahan rupiah terjadi akibat ketidakpastian global yang meningkat setelah rilis data risalah Federal Open Market Committee (FOMC) AS pekan lalu serta kasus Evergrande di China.
Risalah FOMC mengisyaratkan adanya potensi bahwa AS akan bersikap hawkish untuk mengatasi naiknya inflasi AS masih ada. Imbasnya terlihat pada imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun sempat mendekati level tertingginya sejak 2007 pada Kamis lalu ke level 4,30%. Pada hari ini terlihat imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun tercatat di angka 4,28%.
Indeks dolar AS juga menguat tajam ke 103,33 yang menjadi posisi tertingginya sejak Juni 2023. Hal ini menandai investor tengah memburu dolar dan melepas investor dari negara lain, seperti rupiah.
Pekan ini, pelaku pasar menanti Simposium Ekonomi Jackson Hole di Wyoming selama tiga hari, yang diselenggarakan setiap tahun oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) wilayah Kansas City sejak 1981.
Pada acara tersebut akan ada pidato dari Chairman The Fed, Jerome Powell. Apa yang akan disampaikan Powell inilah yang ditunggu-tunggu pasar. Pasalnya, hal tersebut bisa memberikan gambaran lebih jelas terhadap kebijakan apa yang akan diambil ke depan.
Tak hanya itu, dari eksternal pergerakan rupiah kemarin juga dipengaruhi oleh keputusan bank sentral China (PBoC) yang memangkas suku bunga loan prime rate untuk tenor 1 tahun menjadi 3,45% dari 3,55%. Pemangkasan tersebut merupakan upaya PBoC untuk membantu pemulihan ekonomi China yang tengah lesu.
Teknikal Rupiah
Secara teknikal dalam basis waktu per jam, rupiah masih bergerak sideways dalam melawan dolar AS. Akan tetapi, posisinya cenderung mendekati support dari garis rata-rata selama 20 jam (Moving Average 20/ MA20) di Rp15.310/US$. Posisi ini bisa menjadi target penguatan dalam jangka pendek.
Hanya saja, tetap perlu diantisipasi pergerakan yang bisa berbalik arah naik atau melemah. Oleh karena itu, bisa diperhatikan target pelemahan rupiah terdekat di posisi Rp15.350/US$ yang diambil berdasarkan horizontal line dari high 15 Agustus 2023.
![]() Pergerakan rupiah melawan dolar AS |
CNBCÂ INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Ini Modal RI Hadapi Ancaman Krisis AS & Ekonomi Global
