Duh Rupiah Kembali Loyo! Dolar AS Tembus Rp15.300
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah ketidakpastian AS serta capital flow dalam negeri.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka melemah 0,29% terhadap dolar AS di angka Rp15.325/US$. Posisi ini mengembalikan rupiah menyentuh level Rp15.300/US$ dan berbanding terbalik dengan penutupan perdagangan Jumat lalu yang berada di angka Rp15.280/US$.
Setelah risalah Federal Open Market Committee (FOMC) AS pekan lalu, potensi sikap hawkish untuk mengatasi naiknya inflasi AS masih ada. Imbasnya terlihat pada imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun sempat mendekati level tertingginya sejak 2007 pada kamis lalu. Pada hari ini terlihat imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun tercatat di angka 4,28%.
Hal ini membuat indeks dolar AS terapresiasi ke depannya dan bisa menekan mata uang Garuda.
Masih dari AS, pada Kamis pekan ini akan diadakan Simposium Ekonomi Jackson Hole di Wyoming selama tiga hari. Para pejabat Bank Sentral AS (The Fed), termasuk Ketua The Fed Jerome Powell, para gubernur bank sentral, menteri keuangan, ekonom, dan akademisi dari seluruh dunia berkumpul untuk membahas masalah ekonomi yang paling mendesak saat ini.
Simposium tahun ini berjudul "Pergeseran Struktural dalam Ekonomi Dunia" dan kemungkinan akan fokus pada bagaimana bank sentral, setelah menaikkan suku bunga ke level tertinggi dalam lebih dari dua dekade, dapat menjauhkan ekonomi dari resesi.
Jerome Powell akan menyampaikan pidato tentang prospek ekonomi pada Jumat (25/8) di Jackson Hole. Dalam pidatonya, yang ditetapkan pada pukul 10:05 waktu AS atau 21.05 WIB, Powell akan memberikan pandangan terbarunya tentang apakah diperlukan lebih banyak pengetatan kebijakan untuk menurunkan inflasi di tengah pertumbuhan ekonomi yang sangat kuat, atau mulai mempertimbangkan untuk mempertahankan suku bunga.
Beralih ke dalam negeri, pada Selasa (22/8/2023), Bank Indonesia (BI) akan merilis laporan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II 2023 yang juga memuat data transaksi berjalan.
Sebagai catatan, NPI mencatat surplus US$ 6,5 miliar sementara transaksi berjalan surplus sebesar US$ 3,0 miliar atau 0,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I-2023.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan lalu, BI memperkirakan NPI yang positif diprakirakan berlanjut, didukung transaksi berjalan yang diprakirakan terjaga sehat dalam kisaran surplus 0,4% sampai dengan defisit 0,4% dari PDB pada 2023.
Pergerakan transaksi berjalan dan NPI akan sangat berdampak kepada nilai tukar rupiah. Pasalnya, NPI akan mencerminkan seberapa besar kekuatan ekspor serta arus modal asing yang masuk. Hal itu akan menentukan besaran pasokan dolar serta cadangan devisa yang akan memperkuat rupiah.
Pada Kamis (24/8) akan ada dua data penting, yakni indeks harga properti dan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, termasuk suku bunga acuan. BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% pada rapat yang akan digelar pada Rabu dan Kamis pekan ini (23-24 Agustus 2023).
Sedangkan pemangkasan suku bunga BI diproyeksikan paling cepat dilakukan pada kuartal-I 2024 menurut ekonom Bank Mandiri & ekonom PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia.
Selain hal tersebut, tekanan terhadap rupiah pun datang dari data transaksi 14 - 16 Agustus 2023, nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto Rp6,79 triliun terdiri dari jual neto Rp3,65 triliun di pasar Surat Berutang Negara (SBN) dan jual neto Rp3,14 triliun di pasar saham.
Hal ini mencerminkan ketertarikan asing kepada SBN dan saham mulai berkurang dan memperparah tren capital outflow dari pekan sebelumnya. Menurut data transaksi 7 - 10 Agustus 2023, nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto Rp14,59 triliun terdiri dari beli neto Rp1,45 triliun di pasar SBN dan jual neto Rp16,04 triliun di pasar saham.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(rev/rev)