Inflasi Jepang & Properti China Bikin Bursa Asia Merana Lagi

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Jumat, 18/08/2023 08:56 WIB
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka melemah pada perdagangan Jumat (18/8/2023), karena investor menilai data inflasi Jepang pada periode Juli 2023 dan pukulan baru yang menimpa sektor properti di China.

Per pukul 08:30 WIB, hanya indeks Shanghai Composite China yang terpantau menguat pada pagi hari ini, yakni menguat 0,23%.

Sedangkan sisanya terpantau melemah. Indeks Nikkei 225 Jepang melemah 0,5%, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,43%, Straits Times Singapura terpangkas 0,36%, ASX 200 Australia turun tipis 0,09%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,41%.


Dari Jepang, inflasinya pada periode Juli 2023 terpantau mengalami kenaikan sedikit dan lebih tinggi dari ekspektasi pasar karena pelemahan baru dalam yen mendorong biaya impor.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) bulanan (month-to-month/mtm) Jepang pada bulan lalu naik menjadi 0,4%, dari sebelumnya pada Juni lalu sebesar 0,2%. Angka ini juga lebih tinggi dari ekspektasi pasar yang tumbuh 0,2%.

Namun secara tahunan (year-on-year/yoy), CPI Negeri Sakura pada bulan lalu tidak banyak berubah alias masih sama seperti periode Juni lalu yang sebesar 3,3%. Namun, angka ini lebih tinggi dari ekspektasi pasar yang tumbuh 2,5%.

Sementara untuk CPI inti, yang tidak termasuk makanan segar, naik menjadi 3,1% (yoy), lebih rendah dari posisi bulan sebelumnya yakni Juni yang sebesar 3,3% dan sesuai dengan ekspektasi pasar.

Meningkatnya inflasi dan pelemahan yen juga memberi tekanan lebih besar pada bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) untuk akhirnya menjauh dari kebijakan ultra-dovishnya.

BoJ pada bulan lalu memperluas kebijakan kontrol kurva imbal hasil, menandakan bahwa bank sentral Negeri Sakura pada akhirnya berencana untuk menjauh dari sikap ultra-dovishnya.

Selain itu, investor juga memantau dampak dari sektor properti di China yang kembali mengalami krisis baru. Raksasa properti China Evergrande telah mengajukan perlindungan kebangkrutan di pengadilan kebangkrutan AS.

"Perusahaan mencari perlindungan berdasarkan Chapter 15 dari kode kebangkrutan AS, yang melindungi perusahaan non-AS yang sedang menjalani restrukturisasi dari kreditur yang berharap untuk menuntut mereka atau mengikat aset di Amerika Serikat," menurut Reuters.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas melemah sejalan dengan pergerakan Wall Street kemarin, yang juga ditutup melemah.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,84%, S&P 500 terkoreksi 0,77%, dan Nasdaq Composite ambles 1,17%.

Indeks utama Wall Street ditutup lebih rendah pada perdagangan Kamis karena penurunan saham kesehatan melampaui kenaikan saham Cisco dan energi. Sementara data ekonomi yang optimis terus menghidupkan kekhawatiran suku bunga tetap lebih tinggi dan lebih lama.

Tak hanya Wall Street saja, imbal hasil (yield) US Treasury 10 tahun mencapai level tertinggi sejak Oktober 2022, yakni di 4,28%. Yield naik karena serangkaian data ekonomi yang kuat minggu ini memicu kekhawatiran bahwa bank sentral AS (The Federal Reverse/The Fed) dapat mempertahankan suku bunga pada level saat ini lebih lama.

Hal ini terjadi setelah data tenaga kerja AS masih cukup kuat. Departemen Tenaga Kerja menunjukkan penurunan klaim pengangguran minggu lalu, menandakan pasar tenaga kerja tetap ketat.

Jumlah pekerja yang mengajukan klaim pengangguran pada pekan yang berakhir pada 12 Juli 2023 sebanyak 239 ribu atau turun 11.000 dari pekan sebelumnya yakni 250.000.

Kelemahan pasar saham dalam beberapa hari terakhir juga disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi AS yang kuat yang menunjukkan bahwa The Fed kemungkinan akan menerapkan tingkat suku bunga tinggi untuk waktu yang lebih lama.

Risalah dari pertemuan The Fed Juli yang dirilis pada Rabu juga menunjukkan sebagian besar pembuat kebijakan memprioritaskan pertempuran melawan inflasi. Hal ini semakin menjauhkan ekspektasi pasar mengenai pemangkasan suku bunga.

"Dengan inflasi yang masih jauh di atas tujuan jangka panjang Komite dan pasar tenaga kerja tetap ketat, sebagian besar peserta terus melihat risiko kenaikan yang signifikan terhadap inflasi dan tetap memerlukan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut," ungkap risalah dalam pertemuan FOMC.

Hal tersebut semakin menambah ketidakpastian di pasar, pasalnya The Fed melawan inflasi dengan menaikkan suku bunga. Oleh sebab itu, sikap The Fed tersebut di proyeksi pasar masih bisa ketat lagi untuk pertemuan selanjutnya di sisa akhir tahun ini.

Berdasarkan perangkat CME Fedwatch, setelah risalah diumumkan, sebanyak 87,5% pasar bertaruh The Fed akan mempertahankan suku bunga, sedangkan sisanya yakni 12,5% memperkirakan adanya kenaikan pada pertemuan September mendatang.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bursa Asia Anjlok Usai Trump Umumkan Tarif Impor Jepang-Korsel