
Bursa Asia Pasifik Bikin Investor RI Tak Tenang Menanti Jumat

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Asia-Pasifik kembali melemah di awal perdagangan Kamis (17/8/2023), tertular memerahnya bursa saham Amerika Serikat (AS) Wall Street di tengah kekhawatiran investor atas potensi bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) untuk menaikkan suku bunga lagi.
Indeks Nikkei 225 Tokyo anjlok 0,91%, Hang Seng Hong Kong turun 0,60%, Shanghai Composite terkoreksi 0,09%, Straits Times Index Singapura ambles 0,50%, KOSPI Korea Selatan terjungkal 0,59%, ASX 200 Australia jatuh 0,99%.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sendiri tak terpapar penurunan tersebut lantaran libur hari ini dalam rangka merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia (RI).
Pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia, Wall Street kompak ambles.
Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 0,52% menjadi 34.765,74, indeks S&P 500 menyusut 0,76% ke posisi 4.404,33, kemudian indeks Nasdaq Composite turun paling dalam dari yang lain sebesar 1,15% menuju 13.474,63.
Sektor perbankan masih melanjutkan pelemahan pada indeks S&P 500 sekitar 1%, dengan Bank of Amerika jadi paling laggard menyusut 2,2%. Saham NVIDIA juga terpantau melemah 1%, padahal selama dua hari sebelumnya naik akibat penantian hasil kinerja kuartalan dan perancang chip di minggu depan.
Bursa saham AS kompak ditutup anjlok seiring risalah hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) menunjukkan sebagian besar pejabat lebih memprioritaskan pertarungan atas inflasi.
"Dengan inflasi yang masih jauh di atas tujuan jangka panjang Komite dan pasar tenaga kerja tetap ketat, sebagian besar peserta terus melihat risiko kenaikan yang signifikan terhadap inflasi dan tetap memerlukan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut," ungkap risalah dalam pertemuan FOMC.
Hal tersebut makin menambah ketidakpastian di pasar, pasalnya the Fed melawan inflasi dengan menaikkan suku bunga. Oleh sebab itu, sikap bank sentral AS tersebut di proyeksi pasar masih bisa ketat lagi untuk pertemuan selanjutnya di sisa akhir tahun ini.
Hubungan kenaikan suku bunga acuan dengan sikap pasar yang volatile ini karena akan meningkatkan ongkos pinjaman. Dengan begitu, beban perusahaan akan meningkat dan bisa menghambat ekspansi, bahkan bisa sampai menggerus profitabilitas.
Melansir dari perangkat CME FedWatch Tool memperkirakan probabilitas kenaikan suku bunga pada pertemuan the Fed selanjutnya semakin meningkat jadi 88,5% dibandingkan pada 14 Juli 2023 lalu sebesar 83,6%.
Sebagai informasi, the Fed pada bulan lalu telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke posisi 5,25% - 5,00%, merupakan yang tertinggi selama lebih dari 22 tahun dengan target bisa melawan inflasi ke angka 2%.
Kemarin, bursa asia-pasifik, termasuk IHSG, juga berjatuhan seiring anjloknya Wall Street pada Selasa waktu AS. Pada Selasa, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,02%, S&P 500 ambruk 1,16%, dan Nasdaq Composite ambrol 1,14%.
Wall Street ditutup berjatuhan setelah saham-saham perbankan di AS terpantau ambruk karena kekhawatiran investor akan dampak dari diturunkannya peringkat bank-bank di AS.
Saham JPMorgan Chase dan Wells Fargo turun 2% pada Selasa, sedangkan saham Bank of America menyusut 3%. Hal ini terjadi setelah Fitch Ratings memperingatkan kemungkinan harus menurunkan peringkat kredit puluhan bank, termasuk JPMorgan Chase.
Sebelum Fitch, Moody's sudah terlebih dahulu menurunkan peringkat 10 bank di AS sambil menempatkan institusi besar lainnya dalam daftar pantauan untuk potensi penurunan peringkat.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tahan Suku Bunga, Bursa Asia Kompak Hijau