Alert! Bursa Asia Dibuka Berjatuhan, Waspada Buat IHSG

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Rabu, 16/08/2023 08:37 WIB
Foto: Bursa China (Reuters)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka berjatuhan pada perdagangan Rabu (16/8/2023), menyusul bursa saham Amerika Serikat (AS) yang ditutup ambruk kemarin karena jatuhnya kembali saham-saham perbankan di AS.

Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang ambles 1,01%, Hang Seng Hong Kong ambrol 1,19%, Shanghai Composite China melemah 0,43%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,58%, ASX 200 Australia ambruk 1,52%, dan KOSPI Korea Selatan anjlok 1,29%.

Bursa Asia-Pasifik yang dibuka berjatuhan sejalan dengan pergerakan Wall Street kemarin, yang juga ditutup berjatuhan.


Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,02%, S&P 500 ambruk 1,16%, dan Nasdaq Composite ambrol 1,14%.

Wall Street ditutup berjatuhan setelah saham-saham perbankan di AS terpantau ambruk karena kekhawatiran investor akan dampak dari diturunkannya peringkat bank-bank di AS.

Saham JPMorgan Chase dan Wells Fargo turun 2%, sedangkan saham Bank of America menyusut 3%. Hal ini terjadi setelah Fitch Ratings memperingatkan kemungkinan harus menurunkan peringkat kredit puluhan bank, termasuk JPMorgan Chase.

Sebelum Fitch, Moody's sudah terlebih dahulu menurunkan peringkat 10 bank di AS sambil menempatkan institusi besar lainnya dalam daftar pantauan untuk potensi penurunan peringkat.

Selain adanya pemangkasan peringkat perbankan AS oleh beberapa perusahaan pemeringkat internasional, investor juga khawatir terkait prospek suku bunga acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), setelah inflasi AS periode Juli 2023 kembali naik.

Kekhawatiran investor ini membuat imbal hasil (yield) Treasury AS kembali mengalami inversi, dengan obligasi jangka panjang menghasilkan kurang dari instrumen utang jangka pendek. Situasi yang terus-menerus ini menekan keuntungan yang dapat diperoleh bank dari pinjaman.

"Kita mungkin akan berakhir dengan kurva imbal hasil terbalik lebih lama dari yang diantisipasi, bahkan jika tidak berakhir dengan resesi ekonomi," ucap Sam Stovall, kepala strategi investasi di CFRA Research, kepada CNBC International.

Selain karena khawatir dengan prospek suku bunga The Fed, investor juga masih menimbang rilis data terbaru dari penjualan ritel Negeri Paman Sam.

Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa penjualan ritel AS telah meningkat sebesar 0,7% pada periode Juli 2023 secara bulanan (month-to-month/mtm), lebih tinggi dari periode sebelumnya pada Juni 2023 dan juga lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 0,4%.

Sedangkan secara tahunan (year-on-year/yoy), penjualan ritel AS juga naik menjadi 3,2% pada bulan lalu, lebih tinggi dari Juni 2023 sebesar 1,6% dan dari ekspektasi pasar sebesar 1,5%.

Hal ini embuat investor bertanya-tanya apakah The Fed mungkin memiliki waktu lebih lama untuk melakukan kampanye kenaikan suku bunga untuk menjinakkan inflasi.

Berdasarkan perangkat Fedwatch CME, pelaku pasar melihat peluang sebesar 90,5%, bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya pada pertemuan September mendatang.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bursa Asia Anjlok Usai Trump Umumkan Tarif Impor Jepang-Korsel