10 Agustus 1977

Ada Tangan Dingin Soeharto Dibalik Pasar Modal RI

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
Kamis, 10/08/2023 16:55 WIB
Foto: Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Keberadaan lembaga bursa di Indonesia dapat ditarik sejak masa kolonial Belanda tepatnya di tahun 1894. Saat itu, lembaga bursa didirikan oleh sekelompok pialang untuk memfasilitasi transaksi mereka atas nama klien di Hindia Belanda.

Pierre vander Eng dalam "Securities trading in an emerging market" (2022) menyebut adanya pasar modal yang transparan di Batavia dan Amsterdam membuat angin segar di dunia investasi saham perusahaan yang beroperasi di Hindia Belanda. Akibatnya bisa meningkatkan kepercayaan, sehingga menjadi lebih menarik bari para investor menaruh uangnya di bursa efek Batavia. Bahkan, berkat ini semua angka perusahaan yang berani melantai terus meningkat setiap tahunnya. Namun, seluruh aktivitas bursa efek di Hindia Belanda harus ditutup pada 1942 saat Jepang mulai menjajah.

Setelah merdeka, sebenarnya ada wacana pembukaan kembali bursa. Namun, pemerintah saat itu sangat curiga terhadap perusahaan swasta yang ingin melantai di bursa saham Indonesia. Maklum, kala itu isu perusahaan asing sangat sensitif di negara yang baru merdeka ini.


Akibat tidak ada dukungan pemerintah, transaksi saham terjadi secara gelap. Menurut Pierre van der Eng, perdagangan saham setelah kemerdekaan terjadi di jalanan kota-kota dan sama sekali tidak transparan. Sementara itu, pemerintah diketahui juga menyusun peraturan bursa melalui Ekonom Sumitro Djojohadikusumo. Namun, usaha Sumitro itu tak menghasilkan apapun. Pasar modal di era Sukarno tercatat mati total.

Barulah gairah pembukaan bursa saham mulai muncul di era Orde Baru. Presiden Soeharto yang bersifat terbuka terhadap investasi menyetujui kegiatan pasar modal di Indonesia pada 10 Agustus 1977, tepat hari 46 tahun lalu. Sehubungan dengan itu, dia memerintahkan menteri terkait mendirikan Bapepam dan PT Danareksa. 

Tujuan Soeharto membuka gerak pasar modal sederhana. Yakni ingin meminta masyarakat berkontribusi pada perkembangan dunia usaha sektor swasta. Meski begitu dalam praktiknya semua itu berlangsung dengan sangat sulit. Alasannya karena masyarakat masih tabu terhadap dunia pasar modal.

Akibatnya, tulis buku Pasar Modal di Ujung Pena (2001), gairah bursa saham Indonesia sepi. Harga saham bergerak lambat. Masih sedikit juga perusahaan yang melantai. Upaya meningkatkan gairah itu dilakukan kembali pada 10 Agustus 1982, ketika Bappepam memperkenalkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Namun, tetap saja IHSG bergerak lambat. Tercatat, IHSG tak pernah mencapai 100 pada 1983. Bahkan, setelah 6 tahun aktif, perusahaan yang melantai hanya ada 20 emiten dengan rata-rata nilai transaksi perdagangan Rp 20 juta per hari. 

Meski awalnya lambat, seiring waktu bursa saham berkembang pesat juga. Ini terjadi usai Soeharto meresmikan UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal dan melakukan restrukturisasi bisnis lewat perubahan banyak peraturan di tahun 1988. Berkat ini, antusias masyarakat meningkat dan mulai banyak perusahaan yang IPO. Termasuk juga perusahaan-perusahaan keluarga Cendana


(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sinyal Lesunya Ekonomi RI, Kredit Perbankan Melambat Lagi