
Breaking News! Kena Sial AS, Rupiah Ambruk Hampir 0,5%

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah lembaga pemeringkat Fitch Ratings telah menurunkan surat utang pemerintah AS dari AAA menjadi AA+
Dilansir dari Refinitiv, Rupiah telah melemah hingga Rp 15.175/US$1 pada sesi perdagangan Selasa (2/8/2023) pukul 11;15 WIB. Nilai tukar rupiah ambruk 0,43% atau hampir 0,5%. Posisi tersebut adalah yang terlemah sejak 10 Juli 2023 atau dalam 17 hari perdagangan terakhir.
Rating surat utang AS turun sebagai dampak dari persoalan plafon utang pada Mei lalu.
"Penurunan peringkat AS mencerminkan penurunan fiskal yang diyakini akan terjadi selama tiga tahun ke depan, beban utang pemerintah tinggi dan terus meningkat, dan erosi tata kelola relatif terhadap negara-negara lain yang berperingkat 'AA' dan 'AAA' dalam dua dekade terakhir yang telah tercermin dalam kebuntuan batas utang yang berulang-ulang dan resolusi di saat-saat terakhir," tulis Fitch.
Sebelumnya, pada Mei 2023, Fitch telah memberi waspada rating watch negative pada surat utang AS. Peningkatan masalah politik yang telah menghambat resolusi untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang menjelang tenggat waktu yang semakin dekat, pun disebut sebagai penyebab.
Dampak dari penurunan rating tersebut salah satunya terhadap Rupiah.
Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan downgrade rating utang pemerintah AS akan meningkatkan ketidakpastian global.
Ketidakpastian inilah yang akan berdampak negatif ke pasar keuangan Indonesia, termasuk rupiah.
"Downgrade utang AS sekali lagi menunjukkan jika volatiltas global akan tetap bertahan dalam jangka menengah. Dalam kondisi seperti saat ini, pasar keuangan Indonesia akan datang dari ketidakpastian global berupa keluarnya dana asing," tutur Andry, kepada CNBC Indonesia.
Namun, capital outflow akan terbatas karena mereka sudah dieksekusi tahun lalu. Menurut Andry, Indonesia juga memiliki 'pemanis' tambahan tahun ini yakni inflasi yang melandai.
Andry memperkirakan inflow akan kembali membanjiri Indonesia begitu bank sentral AS The Federal Reserve melonggarkan kebijakannya.
Ketidakpastian global ini sempat disinggung Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani memperingatkan dampak inflasi tinggi di negara maju terhadap nilai tukar mata uang negara berkembang.
"Tekanan inflasi] dipengaruhi oleh perekonomian yang masih tetap kuat dan pasar tenaga kerja yang relatif ketat," ungkap Sri Mulyani usai rapat KSSK, Selasa (1/8).
Kondisi tersebut diperkirakan akan kembali mempengaruhi kebijakan moneter negara maju, dengan kenaikan suku bunga acuan, khususnya dari negeri Paman Sam yang belum lama ini baru saja menaikkan policy rate (Federal Fund Rate/FFR) 25 basis poin (bps).
"Perkembangan ini sebabkan aliran modal ke negara-negara berkembang akan menjadi lebih selektif," lanjut Sri Mulyani.
Dirinya menambahkan konsekuensi mengerikan lainnya termasuk meningkatkan potensi tekanan terhadap nilai tukar di negara-negara berkembang, termasuk ke Indonesia.
(rev/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Breaking! Rupiah Makin Terpuruk, Dolar Nyaris Tembus Rp15.200